Bisnis.com, JAKARTA- Ketua Harian Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) Agung Sudjatmoko memandang kebijakan pemerintah dalam hal kesetaraan antara perbankan dan koperasi simpan pinjam sudah bagus. Hal ini dibuktikan dengan dimungkinnya koperasi ambil bagian dalam penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Namun, kesetaraan dalam mekanisme prosedur penyaluran pembiayaan murah ini justru menjadi salah satu masalah. "Salah satu syarat pemerintah yang dijalankan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) adalah koperasi harus punya standar sistem online yang setara dengan perbankan. Ini jadi masalah di lapangan," terang dia kepada Bisnis, Senin (2/10).
Standarisasi harus tercapai karena sistem online yang dijalankan mesti terkoneksi dengan OJK dan BI. Sementara itu, biaya investasi yang mesti dikeluarkan oleh koperasi untuk membangun infrastruktur Teknologi Informasi (TI) yang mumpuni cukup besar.
Selain itu, kapasitas pengelolaan pengurus koperasi dalam menjalankan sistem tersebut juga masih terbatas termasuk di sisi Sumber Daya Manusia (SDM). Hal ini turut berpengaruh terhadap besaran dana yang telah disalurkan oleh koperasi.
Agung melanjutkan ada pula kemungkinan pengurus koperasi memandang KUR tidak menguntungkan bagi mereka. Dengan bunga yang lebih murah dibandingkan bunga yang diberikan dalam skema kredit milik koperasi terkait, maka dana yang kembali ke koperasi akan lebih sedikit.
Oleh karena itu, Dekopin menilai mesti ada perbedaan skema yang diberikan pemerintah untuk koperasi dan perbankan. Modelnya misalnya pengusaha kecil yang sudah beroperasi selama jangka waktu tertentu dijamin oleh pemerintah daerah setempat.
Jika tidak ada terobosan, maka keterlibatan koperasi yang lebih besar diperkirakan akan makan waktu lama. Dekopin menyebutkan terdapat 937 koperasi kredit di Indonesia dengan perputaran volume mencapai Rp22 triliun-Rp24 triliun.
Ini cukup besar. Tetapi, kenapa tidak tertarik? Karena memang sulit untuk sesuai standar perbankan, investasinya besar. Belum lagi kalau Rapat Anggota Tahunan (RAT) tidak menyetujui," papar dia.
Sampai saat ini, baru satu koperasi yang tercatat sebagai penyalur KUR yaitu Koperasi Simpan Pinjam (Kospin) Jasa yang berbasis di Pekalongan, Jawa Tengah. Kementerian Koperasi dan UKM mengungkapkan ada satu koperasi lain yang sedang diseleksi oleh pemerintah yakni Koperasi Obor Mas yang berlokasi di Nusa Tenggara Timur (NTT).
"Saya sih inginnya bisa salurkan KUR mulai tahun ini, tapi kan masih dalam proses di pemerintah," ujar Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Koperasi dan UKM Yuana Sutyowati Barnas, belum lama ini.
Dia menyatakan ada beberapa persyaratan yang mesti dipenuhi oleh koperasi jika ingin ikut mendistribusikan pembiayaan murah tersebut, di antaranya manajemen yang sehat dan tingkat likuiditas yang baik.
Yuana menuturkan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) memiliki kontribusi hampir 60% terhadap PDB Indonesia. Namun, akses terhadap sumber pembiayaan seperti perbankan masih rendah sehingga koperasi diharapkan mampu membuka saluran yang lebih besar.
Hingga Agustus 2017, dana yang sudah didistribusikan oleh Kospin Jasa adalah Rp295 juta yang diberikan kepada 12 debitur. Angka tersebut sangat kecil dibandingkan realisasi penyaluran KUR secara keseluruhan yang mencapai Rp61,14 triliun. Jika dilihat secara persentase, baru 55,6% pembiayaan murah tersebut yang telah disalurkan dari total target Rp110 triliun.
Dari 38 lembaga keuangan yang berstatus penyalur KUR, sebanyak 33 di antaranya berupa bank, empat lainnya perusahaan pembiayaan, dan satu koperasi. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. masih menjadi penyalur terbesar dengan nilai Rp46,81 triliun, yang diberikan kepada 2,52 juta debitur.