Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti ingin bandara dan pelabuhan di titik-titik terluar Indonesia dibangun untuk memacu ekspor produk perikanan segar di tengah sumber daya ikan yang melimpah.
Menurut dia, sulit menghela perdagangan ikan segar ke luar negeri selama produk harus dikirim melalui hub di Makassar atau Jakarta. Pendiri maskapai Susi Air itu memberi gambaran, hasil tangkapan dari Maluku kini masih transit di Bitung, Sulawesi Utara, kemudian dikirim ke Makassar di Sulawesi Selatan, lalu baru dikapalkan ke Davao, Filipina, dengan waktu tempuh 8 jam.
Padahal, waktu pengiriman bisa ditekan menjadi 1 jam jika diterbangkan langsung dari Maluku. Karena pengapalan yang tidak efisien itu, sebagian besar ekspor tuna dan cakalang dari wilayah itu masih berupa produk beku (frozen).
Hal serupa juga terjadi pada hasil tangkapan dari perairan sekitar Kupang yang harus dikapalkan lebih dulu ke Bali atau Jakarta. Padahal, jika dikirim dalam bentuk segar (sashimi grade), harga yang dinikmati eksportir atau nelayan bisa lebih tinggi US$12-US$15 per kg.
"Hendaknya kita membuka outliner dari utara dan selatan, terutama di timur ke hub utara terluar terdekat. Saya minta Menko [Menko Maritim] supaya Menhub laksanakan itu," ujarnya saat memaparkan kinerjanya dalam acara Tiga Tahun Pemerintahan Jokowi-JK di Kantor Staf Presiden, Rabu (18/10/2017).
Menurut dia, setidaknya ada 15 pulau terluar yang dapat dijadikan sebagai gateway ekspor hasil perikanan, a.l. Kupang untuk ekspor ke Darwin, Merauke-Cairn, dan Bitung-Davao/Cebu.
Susi menyebutkan stok sumber daya ikan meningkat dari 7,3 juta ton pada 2013 menjadi 12,5 juta ton pada 2016 berkat upayanya memberantas penangkapan ikan secara ilegal.