Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Komunitas Kretek Tolak Cukai Rokok

Komunitas Kretek dan Komite Nasional Pelestarian Kretek menilai alasan pemerintah untuk menaikkan tarif cukai rokok sebanyak 10,04% hanya akal-akalan untuk mencari pendapatan yang lebih banyak dibandingkan dengan tahun lalu. Padahal kebijakan tersebut dapat mengakibatkan kemunduran bisnis industri rokok dari hulu sampai dengan hilir.
Pekerja melinting rokok sigaret kretek di salah satu industri rokok di Tulungagung, Jawa Timur, Rabu (31/5)./Antara-Destyan Sujarwoko
Pekerja melinting rokok sigaret kretek di salah satu industri rokok di Tulungagung, Jawa Timur, Rabu (31/5)./Antara-Destyan Sujarwoko

Bisnis.com, JAKARTA—Komunitas Kretek dan Komite Nasional Pelestarian Kretek menilai alasan pemerintah untuk menaikkan tarif cukai rokok sebanyak 10,04% hanya akal-akalan untuk mencari pendapatan yang lebih banyak dibandingkan dengan tahun lalu. Padahal kebijakan tersebut dapat mengakibatkan kemunduran bisnis industri rokok dari hulu sampai dengan hilir.

Sebelumnya, pemerintah menaikkan tarif cukai rokok 2018 sebesar 10,04% dengan menimbang empat aspek, yaitu aspek kesehatan, menekan peredaran rokok ilegal, peningkatan kesempatan kerja bagi petani dan buruh pabrik dan peningkatan penerimaan negara.

Aditia Purnomo, Ketua Komunitas Kretek, mengatakan alasan yang diberikan pemerintah tersebut berlawanan dengan yang terjadi di lapangan. Pemerintah misalnya belum terlihat serius memberikan fasilitas kesehatan bagi orang yang terkena dampak dari merokok.

Selain itu, Aditia juga mempertanyakan penggunaan instrumen cukai rokok untuk menekan peredaran rokok ilegal. Sebaliknya, peredaran rokok ilegal justru diperkirakan semakin meningkat. Komunitas Kretek mencatat pada 2015 terdapat 1.232 kasus rokok ilegal yang ditindak, ketika itu cukai rokok naik rerata sebesar 8,72%. Jumlah kasus yang ditindak oleh Bea Cukai tersebut naik sebesar 1,5 kali lipat dibandingkan dengan 2014.

Sementara itu, pada 2016 cukai rokok kembali naik sebesar 11,19% yang berakibat terhadap penindakan rokok ilegal kembali meningkat, sebanyak 1.597 kasus penindakan rokok ilegal pada tahun tersebut.

“Konsumen akhirnya membeli rokok ilegal karena harga rokok terlalu tinggi sehingga komsumen tidak sanggup beli," kata Aditia dalam siaran pers yang diterima Bisnis, Minggu (22/10/2017).

Aditia menambahkan kenaikan cukai rokok tidak dapat mengurangi jumlah perokok karena konsumen akan mencari alternatif lain untuk tetap bisa merokok. Konsumen akan memilih untuk melinting atau mencari rokok ilegal.

Sementara itu, kenaikan cukai juga dapat berujung pada pemutusan hubungan kerja. Zulvan Kurniawan, Koordinator Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK), menyebutkan jumlah pabrik rokok pada 2006 mencapai 4.669 unit. Namun saat ini yang tersisa hanya sebanyak 500 pabrik. Pabrikan industri hasil tembakau yang gulung tikar kebanyakan adalah industri skala kecil dan menengah atau produsen rumahan dan pabrikan kecil.

Zulvan mengatakan konsumen yang mengalihkan konsumsi rokok yang bercukai ke tembakau lintingan juga akan membaut pendapatan negara dari rokok kemungkinan tidak akan mencapai target.

"Masalah lain adalah alokasi dana pajak dan dana bagi hasil cukai hasil tembakau tidak jelas kemana larinya dan untuk apa pemanfaatannya, padahal seharusnya untuk konsumen," katanya.

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper