Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perlukah Semua Penerimaan Migas Masuk APBN?

Sebenarnya, perlukah semua penghasilan dari sektor hulu migas masuk ke anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN)?

Bisnis.com, JAKARTA--Di tengah turunnya investasi hulu minyak dan gas bumi, pemerintah mengandalkan penerimaan negara dari sektor ini.

Sebenarnya, perlukah semua penghasilan dari sektor hulu migas masuk ke anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN)?

Sebagai gambaran, dari sektor Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), sektor hulu migas berkontribusi dominan dibanding energi baru terbarukan (EBT) dan mineral dan batu bara (minerba).

Dari Kementerian ESDM, pada 2014 penerimaan negara bukan pajak (PNBP) migas tercapai Rp320,25 triliun ketika energi baru terbarukan (EBT) capaiannya Rp750 miliar dan minerba Rp35,4 triliun.

Pada 2015, capaian PNBP migas menyentuh Rp122,52 triliun ketika PNBP dari EBT Rp880 miliar dan minerba Rp29,63 triliun.

Pada 2016, realisasi PNBP migas Rp83,88 triliun, EBT Rp930 miliar dan minerba Rp27,21 triliun. Untuk 2017, hingga September, tercatat, PNBP migas Rp92,43 triliun, EBT Rp530 miliar dan minerba Rp25,73 triliun.

PNBP dari sektor hulu migas tergolong rendah seiring dengan turunnya harga minyak dan menyusutnya belanja modal kontraktor. Dengan demikian, kontraktor cenderung memilih kegiatan eksploitasi yang bisa segera menghasilkan dibandingkan kegiatan eksplorasi yang memiliki risiko kegagalan lebih tinggi.

Tercatat, realisasi tertinggi yang pernah dicatatkan yakni pada 2011 dengan Rp18,3 triliun yang dibelanjakan untuk wilayah kerja eksplorasi. Sayangnya, capaian kecenderungannya turun yakni Rp12,3 triliun pada 2012, Rp13,2 triliun di 2013 dan Rp12,9 triliun pada 2014. Pada 2015 sebesar Rp6,3 triliun, 2016 Rp4,2 triliun.

Direktur Pembinaan Program Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Budiyantono mengatakan dalam industri hulu minyak dan gas bumi mengenal depletion premium atau penyisihan biaya untuk melakukan riset atau kegiatan eksplorasi sebagai upaya menggantikan volume minyak dan gas bumi yang telah diproduksi.

Menurutnya, kendati konsep itu cukup bagus, namun hingga kini belum ada penerimaan dari hulu migas yang disisihkan. Semua penghasilan masuk ke kantung negara untuk kembali dibelanjakan daripada disisakan untuk pengembalian minyak dan gas yang telah diangkat.

"APBN tidak mengenal ada namanya premium depletion, tidak ada dana untuk (menyediakan data)," ujarnya dalam diskusi Techtalk: Industri Migas Nasional, Bahan Bakar atau Bahan Baku, di The Habibie Center, Senin (23/10/2017).

Setidaknya, 10% hingga 20% dari total penerimaan negara sektor migas bisa membantu untuk penyediaan data atau eksplorasi.

Pencarian data, menurutnya, membutuhkan ongkos yang mahal sehinga pemerintah tak mampu menyediakan data bila hanya mengandalkan biaya dari APBN.

Data ini akan berguna untuk mengurangi risiko pencarian sumber-sumber minyak dan gas baru. Seperti diketahui, saat ini tingkat keberhasilan pengeboran eksplorasi hanya sebesar 20%. Artinya, hanya 20% peluang investor bisa menemukan sumber migas baru di sebuah lamparan.

Menurutnya, ongkos untuk melakukan eksplorasi begitu tinggi terlebih bila kondisinya seperti saat ini ketika peluang-peluang sumber baru berada di laut dalam, terpencil sehingga meningkatkan risiko kegagalan. Alhasil, kontraktor melihat ulang kegiatan eksplorasi daripada harus membuang uang di lubang-lubang tanpa potensi hidrokarbon.

Pasalnya, pada sistem kontrak kerja sama yang berlaku, kontraktor baru bisa mendapatkan pengembalian biaya bila kegiatan eksplorasi menunjukkan adanya potensi hidrokarbon yang bisa dikembangkan secara komersial.

"Kalau kita dapat 100 dari migas, ya mbok yao 10%, 20% disisihkan untuk mencari lagi, untuk menemukan lagi. Ini kan enggak. Semua ke APBN," katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper