Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

Arif Budisusilo

Direktur Pemberitaan Bisnis Indonesia

Bergabung dengan redaksi Bisnis Indonesia pada 1996. Menulis isu ekonomi makro dan entrepreneurship. Belakangan memberi perhatian pada perkembangan media dan ekonomi digital. Twitter @absusilo

Lihat artikel saya lainnya

NGOBROL EKONOMI: Memahami Ekonomi Zaman Now

Memahami ekonomi zaman now tidak bisa lagi menggunakan kacamata dinosaurus. Mestinya pakai lensa pilot star wars.

Senin lalu, Badan Pusat Statistik mengumumkan kinerja ekonomi Indonesia kuartal III/2017. Hasilnya tak terlalu mengejutkan.

Tak mengejutkan karena postur ekonomi memang tidak seperti dulu lagi, di saat kita banyak bersandar pada booming komoditas yang tidak normal. Dewasa ini adalah situasi "new normal", karena itu jadi biasa-biasa saja tatkala mendengar pengumuman BPS bahwa laju ekonomi kuartal 3 tahun ini ‘hanya’ 5,06%.

Apalagi, isu “daya beli anjlok” yang berembus kencang sejak Ramadan lalu, ternyata tidak serta merta tercermin dalam angka statistik. Terlebih, konsumsi rumahtangga masih tumbuh signifikan, meski sedikit melambat dari 4,95% menjadi 4,93%.

Mungkin ada yang berargumen, kok tidak seperti dulu, konsumsi rumah tangga tumbuh di atas 7% secara tahunan?

“Ya, itu dulu bro.” Begitu mungkin cara menjawab pertanyaan “zaman now”.

Sekali lagi, ini adalah profil ekonomi new normal. Kalau mau pakai kaca spion, dulu ekonomi China juga tumbuh 12%. Sekarang cuma tumbuh 6%.

Dulu ekonomi dunia bisa tumbuh 5%, sekarang paling banter 2% atau 3%.

Inilah kenyataan sekarang, zaman "ekonomi now". Banyak parameter yang berubah, perilaku konsumen juga berubah. Ini jaman disrupsi.

Maka saya tak pernah ikut arus dengan wacana, apalagi paradigma, apabila satu bisnis menurun, atau bahkan tutup, penyebabnya semata-mata oleh karena konsumen sudah tidak mampu membeli. Ada bisnis lain yang menggantikan, mengubah model bisnis yang baru, atau perilaku konsumen yang memang mengubah pola konsumsinya.

Bisa pula konsumen menjadi lebih melihat masa depan, lebih rajin menabung, atau bahkan investasi.

Itu rasanya bukan cuma halusinasi atau isapan jempol. Coba saja simak data simpanan bank yang terus naik. Bahkan simpanan bank dari nasabah Rp100 jutaan pun juga meningkat, bukan hanya nasabah kelas miliaran rupiah.

Dan di saat investor asing kabur, indeks harga saham gabungan di Bursa Efek Indonesia malah pecah rekor terus-menerus beberapa hari terakhir. Siapa yang naruh dana alias beli saham? Mereka adalah investor lokal.

Saya berkeyakinan, memang ada sebagian masyarakat yang berkurang penghasilan karena pekerjaan terganggu oleh banyak perubahan. Tapi sebagian yang lain justru bertambah cuan, atau mendapatkan pekerjaan baru karena bisnis baru yang berkembang belakangan.

Mungkin sekarang orang yang punya penghasilan tidak suka lagi jalan-jalan ke mall, melainkan lebih doyan membelanjakan uangnya untuk pelesiran.

Singkat kata, memahami ekonomi zaman now tidak bisa lagi menggunakan kacamata dinosaurus. Mestinya pakai lensa pilot Star Wars.

***

Coba juga simak lebih dalam data BPS soal data pertumbuhan ekonomi, meski sebetulnya agak malas menulis angka-angka karena pasti membosankan.

Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi kuartal ketiga tahun ini disumbang oleh Ekspor Barang dan Jasa (17,27%), diikuti Investasi sebesar 7,11%, Konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga (6,01%), Konsumsi Rumah Tangga (4,93%), dan Konsumsi Pemerintah 3,46%.

Dari sisi lapangan usaha, selama periode Januari-September tahun ini, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sektor Informasi dan Komunikasi sebesar 9,80%; diikuti Jasa Lainnya (8,71%); Transportasi dan Pergudangan (8,25%); dan Jasa Perusahaan sebesar 8,07%.

Data tersebut boleh dibilang lumayan, meski sepertinya belum melihat aspek menyeluruh dari ekonomi digital yang tumbuh kencang belakangan ini. Mungkin sebagian tercermin dari kenaikan pertumbuhan pada sektor transportasi dan pergudangan (pengiriman barang).

Data tersebut rupanya terkonfirmasi dari Direktorat Jenderal Pajak. Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) jasa kurir, jasa sewa gudang, semuanya naik. Hingga kuartal ketiga 2017, penerimaan PPN dalam negeri tumbuh 12,1%. Ini jelas lompatan, mengingat penerimaan PPN periode sama tahun lalu hanya tumbuh 2,9%.

Sektor pariwisata juga lumayan. Data BPS menyebutkan jumlah turis asing selama tiga kuartal tahun ini mencapai 10,46 juta, naik 25,05% dibandingkan periode sama tahun 2016 yang berjumlah 8,36 juta.

Lalu kondisi bisnis pada kuartal III tahun ini terus meningkat dan optimistis, terlihat dari Indeks Tendensi Bisnis yang berada di atas 100, yakni 112,39. Indeks tendensi bisnis ini jauh lebih baik dibandingkan dengan kuartal yang sama tahun lalu (107), dan melonjak jika dibandingkan level 103 pada kuartal I/2017.

Di sisi konsumen, yang selalu diributkan oleh sebagian kalangan sedang lesu atau daya beli tertekan, justru indeksnya mengalami kenaikan pada kuartal ketiga tahun ini menjadi 109,42. Itu berarti konsumen kian optimistis.

***

Data ini lebih mengejutkan. Nilai ekspor Indonesia selama Januari-September 2017 telah mencapai US$123,36 miliar atau naik 17,36% dibandingkan dengan periode sama tahun 2016. Begitupun, ekspor nonmigas naik 17,37%, mencapai US$111,89 miliar. Ini adalah rekor baru, bahkan lebih tinggi dibandingkan pencapaian saat booming komoditas tahun 2011-2012 silam.

Tampaknya, sejumlah paket kebijakan ekonomi mulai membuahkan hasil, terlihat dari kinerja ekspor nonmigas hasil industri pengolahan yang naik 14,51% dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2016.

Ekspor hasil pertanian juga naik 18,35%, bahkan kinerja ekspor hasil tambang melonjak 34,75%. Ekspor 10 produk unggulan pun naik 23,81%, yang memberi kontribusi 50,62% total ekspor nonmigas.

Di sisi lain, catatan impor juga memberikan harapan baru. Nilai impor barang konsumsi, bahan baku/penolong dan barang modal selama Januari–September 2017 semuanya naik, masing-masing 11,81%, 15,21%, dan 9,51%.

Dengan kontribusi sebesar 75% dari total impor, kenaikan impor bahan baku yang signifikan memberikan sinyal bahwa aktivitas produksi mengalami peningkatan penting hari-hari ke depan ini. Ini memberikan indikasi dan menambah harapan dalam menopang produksi, sehingga ekspor hasil olahan akan kian meningkat di masa mendatang.

***

Investasi adalah harapan lainnya lagi. Sejalan dengan data BPS bahwa pertumbuhan investasi cukup meyakinkan, ternyata potensi investasi masih jauh lebih besar dari realisasinya.

Data Badan Koordinasi dan Penanaman Modal menyebutkan bahwa realisasi investasi amat timpang jika dibandingkan dengan minat yang diajukan.

Selama tiga tahun terakhir (2014-2017), minat investasi mencapai Rp8.300 triliun, sedangkan realisasinya hanya Rp2.100 triliun. Angka realisasi investasi itu hanya 25% dari proposal investor.

Bagaimana membaca data ini? Ia adalah harapan baru yang lain. Ada stok investasi sebesar Rp6.200 triliun. Apabila ini bisa direalisasikan, maka akan menjadi mesin penggerak ekonomi yang dahsyat. Ini akan menciptakan lapangan pekerjaan dan rantai bisnis yang jauh lebih luas.

Pertanyaannya, bagaimana mengungkit stok investasi itu agar benar-benar direalisasikan? Jawabannya cuma satu: continuous reform.

Reformasi berkelanjutan di bidang-bidang strategis (kemudahan bisnis, hukum, regulasi, otonomi daerah, ketenagakerjaan, perpajakan) penting untuk terus dikelola.

BACA: Rekomendasi Bank Dunia untuk Pacu Investasi

Apalagi setelah Indonesia kembali naik kelas dalam peringkat kemudahan berbisnis, dari posisi 106 di tahun 2015 menjadi 91 di tahun 2016 dan naik lagi ke 72 pada tahun ini.

Sekali lagi, ini buah reformasi melalui paket kebijakan ekonomi yang dilansir sejak tiga tahun silam, mengingat peringat Indonesia sebelumnya selalu di atas 110.

***

Maka saya setuju dengan cara pandang Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam melihat ekonomi kita.

Di depan para wartawan senior anggota PWI, Pak JK mengatakan bahwa berbagai upaya pemerintah mulai membuahkan hasil yang baik. Kenaikan indeks kemudahan berusaha, inflasi terkendali, stabilisasi harga pangan, indeks saham yang terus pecah rekor, dan tingkat bunga relatif rendah, hanyalah sebagian contohnya.

Pak JK melihat, biasanya hasil sebuah kebijakan mulai terlihat sekitar 2-3 tahun. “Sekarang masuk tahun keempat, apa yang dimulai 2015-2016 hasilnya mulai tampak tahun-tahun ini,” katanya.

Wapres berkali-kali menekankan rasa optimismenya, karena memang punya dasar, dan pemerintah “keras berusaha”. Dan tahun depan, situasi akan jauh lebih baik, kata Pak JK yakin.

Tantangan sesungguhnya adalah bagaimana mendorong peningkatan produktivitas di semua lini, agar menopang upaya lanjutan dalam menarik investasi.

Kecurigaan terhadap modal asing seyogianya dibuang jauh-jauh, karena modal tidak memiliki warganegara. “Untuk maju tak ada cara lain tanpa investasi dari dalam dan luar,” katanya.

Birokrasi adalah soal lain lagi, kata Pak JK. Isu pemberantasan korupsi telah membuat banyak birokrat takut mengambil kebijakan, sehingga tidak ada produktivitas.

Ini juga harus dicari jalan tengah yang baik, kata Pak JK. “Kalau menimbulkan ketakutan, akan lebih bahaya daripada korupsi itu sendiri, karena tidak berani ambil keputusan,” ujarnya.

Pak JK rupaya bernyanyi dalam irama yang sama dengan Presiden Jokowi.

Banyak tantangan baru dalam ekonomi new normal ini, yang memerlukan langkah-langkah terobosan dan meluas di seluruh lini birokrasi.

Seperti Pak JK dan Pak Jokowi, goal setting birokrasi seyogianya di atas ultimate, kalau boleh meminjam istilah Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.

Pragmatis, cepat, dan efektif. Budi Karya buka rahasia, Presidenlah yang memaksa Garuda Indonesia terbang ke Silangit, karena tidak ada maskapai yang mau terbang ke sana. Setelah itu, Silangit booming. Dan rasanya, banyak contoh lain di luar Silangit dan Toba yang sekarang terus menjadi pembicaraan.

Bagi saya, era ekonomi now, butuh birokrasi dengan mindset atau pola pikir dan "pola kerja now" juga. Jadi, bagaimana menurut Anda?


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Arif Budisusilo
Editor : News Editor
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper