Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

SENGKETA WTO: Kemendag Bahas Perubahan Aturan Impor Hortikultura dan Hewan

Kementerian Perdagangan tengah membahas perubahan beleid yang menyangkut impor produk hortikultura dan hewan guna menyesuaikan gugatan yang berhasil dimenangkan oleh Amerika Serikat dan Selandia baru.
./.
./.

Bisnis.com, JAKARTA— Kementerian Perdagangan tengah membahas perubahan beleid yang menyangkut impor produk hortikultura dan hewan guna menyesuaikan gugatan yang berhasil dimenangkan oleh Amerika Serikat dan Selandia baru.

Direktur Impor Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Veri Anggrijono mengungkapkan perubahan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) bakal disesuaikan dengan ketentuan yang digugat oleh Amerika Serikat (AS) dan Selandia Baru. Saat ini, Kemendag tengah membahas poin-poin yang dipermasalahkan oleh World Trade Organization (WTO).

“Kalau memang dari WTO cara terbaik mengubah Permendag, maka sebagai tindak lanjutnya kita harus mengubah juga,” ujarnya saat ditemui Bisnis, akhir pekan kemarin.

Veri belum merinci perubahan apa saja yang bakal dilakukan terharap Permendag mengenai ketentuan impor produk hortikultura serta ketentuan impor dan ekspor produk hewan. Namun, dia menyebut proses tersebut bakal melalui negoisasi dengan AS dan Selandia Baru.

Seperti diketahui, 18 ketentuan impor RI yang dipermasalahkan oleh AS dan Selandia Baru beberapa di antaranya tertuang dalam bentuk Permendag. Dua beleid di sektor perdagangan yang dipermasalahkan yakni Permendag Nomor 16 Tahun 2013 Tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura serta Permendag Nomor 46 Tahun 2013 Tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Produk Hewan.

Kendati demikian, pemerintah memang telah melakukan perubahan terhadap dua beleid selama proses gugatan disidangkan oleh WTO. Bahkan, revisi juga dilakukan pada 2017.

Tahun ini, Kemendag mengeluarkan Permendag Nomor 13 Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas Permendag Nomor 59 Tahun 2016 Tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Produk Hewan. Selain itu, dikeluarkan Permendag Nomor 43 Tahun 2017 Tentang Perubahan atas Permendag Nomor 30 Tahun 2017 Tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura.

Berdasarkan ketentuan dari WTO, Indonesia sudah harus menyesuaikan 18 aturan impor yang digugat AS dan Selandia Baru terhitung mulai 22 November 2017. Apabila urung dilakukan, kedua negara tersebut bisa meminta kepada WTO untuk menjatuhkan hukuman kepada Indonesia.

Beberapa kebijakan impor yang digugat antara lain kuota impor untuk produk hortikultura, pembatasan masa berlaku Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH), kewajiban realisasi izin impor serta masa panen produk yang diekspor ke Indonesia. Sementara itu, beberapa ketentuan impor produk peternakan yang dipermasalahkan antara lain jangka waktu penerbitan izin impor, kewajiban serap lokal, serta pembatasan jenis daging yang diperbolehkan masuk ke Indonesia.

Seperti diketahui, Selandia Baru dan AS melayangkan gugatan pada 2013 sebagai respons atas berbagai hambatan dagang non tarif yang diberlakukan Indonesia sejak 2011. Kedua negara tersebut mempermasalahkan pembatasan kuota impor sapi dan ayam serta beberapa jenis buah dan sayur oleh pemerintah. 

Selain peraturan di tingkat Menteri, gugatan AS dan Selandia Baru juga menyangkut Undang Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2014 Tentang Hortikultura, UU Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, UU Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, serta UU Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan.

Direktur Eksekutif Indonesia Global Justice Rachmi Hertanti sebelumnya meminta kepada pemerintah untuk segera menyiapkan hambatan nontarif yang bisa segera efektif dipakai. Hal tersebut untuk membatasi serbuan impor produk hortikulturan dan peternakan dari negara luar.

Rachmi mengharapkan pemerintah menyiapkan strategi jangka panjang. Salah satunya termasuk meninjau ulang komitmen Indonesia dalam forum WTO.

Ketua Departemen Luar Negeri Serikat Petani Indonesia (SPI) Zainal Arifin Fuad sebelumnya menyatakan khawatir keputusan tersebut dapat membuat Indonesia dibanjiri produk pangan impor khususnya dari AS dan Selandia Baru. Padahal, hal itu bertentangan dengan Undang Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper