Bisnis.com, JAKARTA-- Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey mengatakan perlambatan pertumbuhan ritel masih terjadi, yang disebabkan oleh perubahan perilaku konsumen dan daya beli masyarakat. Realisasi kenaikan penjualan selama Idulfitri hanya sekitar 5% dan peningkatan kinerja terkait Natal serta Tahun Baru diperkirakan hanya 15%-20%.
Pada tahun-tahun sebelumnya, kinerja selama Ramadan dan Natal serta Tahun Baru setidaknya menunjukkan kenaikan 20%.
Namun, dengan kenaikan penjualan sekitar 3,7% pada semester I/2017, peritel modern mengharapkan pendapatan juga dapat bertumbuh di kisaran yang sama pada paruh kedua tahun ini.
"Kami masih memasang target pertumbuhan tahun ini sekitar 7,8%-8%. Kalau ditambah segitu, dari Rp200 triliun jadi sekitar Rp215 triliun-Rp220 triliun. Masih bertumbuh tapi melambat saja," papar dia, Senin (27/11/2017).
Momen Idulfitri biasanya dapat berkontribusi hingga 40%-45% dari total omzet peritel modern sepanjang tahun, sedangkan momen Natal serta Tahun Baru mampu menyumbangkan 15%-20% penjualan.
Aprindo mengharapkan pemerintah dapat mencairkan 100% dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK) yang sudah dianggarkan, agar bisa mendorong masyarakat untuk kembali melakukan konsumsi. Selain itu, harga komoditas seperti batu bara yang memperlihatkan pertumbuhan diharapkan dapat menjadi stimulan tambahan.
Sementara itu, Executive Director, Retailer Services Nielsen Company Indonesia Yongky Susilo memproyeksi realisasi pertumbuhan ritel nasional tahun ini jauh lebih rendah dari capaian 2016. Pasalnya, kenaikan penjualan fast moving consumer goods (FMCG) selama Januari-Oktober 2017 hanya menyentuh 2,5% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
"FMCG diperkirakan sampai akhir tahun hanya meningkat 2,5%. Konsumsi untuk sektor makanan lebih tinggi dibandingkan yang nonmakanan," terang dia.
Perbaikan diperkirakan baru terjadi pada 2018, didukung oleh pencairan anggaran pemerintah untuk dana sosial ke masyarakat.