Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia harus mengurangi ketergantungan terhadap pembiayaan luar negeri untuk mengurangi risiko hot money dengan memperbaiki defisit transaksi berjalan dan memperdalam pasar keuangan.
Hot money adalah aliran modal investasi yang berpindah dari satu negara ke negara lain hanya untuk mendapatkan keuntungan jangka pendek terhadap diferensiasi tingkat suku bunga atau pergeseran nilai tukar.
Direktur Eksekutif Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI) Doddy Zulverdi mengungkapkan untuk mengurangi ketergantungan pembiayaan luar negeri ini, transaksi berjalan kita harus berbalik surplus.
"Seperti negera-negara di sekitar kita, sehingga nilai tukarnya lebih stabil," kata Doddy, Rabu (14/3/2018).
Meskipun kondisi surplus bukan jaminan utama, tetapi Doddy menegaskan itu adalah kondisi yang harus terus diupayakan oleh Indonesia.
Negara yang memiliki neraca transaksi berjalan surplus, mata uangnya akan lebih tahan banting. Ketika ada pelemahan mata uang, pelemahannya tidak terlalu dalam. Jika tekanan kenaikan, peningkatannya akan lebih cepat.
Pada 2017, transaksi berjalan Indonesia berada pada level 1,7%. BI memperkirakan transaksi berjalan Indonesia pada tahun ini akan melebar ke kisaran 2%-2,5%.
Doddy mengungkapkan hal ini dipicu oleh meningkatnya impor bahan baku dan barang penolong untuk menopang kegiatan produksi di dalam negeri. Pada akhirnya, kegiatan produksi tersebut dapat mendukung pertumbuhan ekonomi.
Langkah selanjutnya untuk meredam hot money adalah dengan menciptakan pasar keuangan yang liquid dan dalam. Dengan demikian, investor yang ingin melakukan penyesuaian portofolio dalam jumlah besar tidak akan memberikan efek fluktuatif di pasar. Caranya dapat dilakukan dengan instrumen baru.
"Itu langkah penting bagaimana upaya kita memperdalam pasar sehingga orang nyaman dan confident menempatkan dananya," kata Doddy.