Bisnis.com, JAKARTA—Wijaya Laksana, Kepala Corporate Communication PT Pupuk Indonesia (Persero), berharap pabrikan mendapatkan harga gas yang lebih murah.
Dihubungi Bisnis.com Selasa (10/4/208), Wijaya mengatakan selama ini perusahaan pupuk membeli gas langsung ke Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) atau kontraktor bagi hasil.
"Dengan demikian, kami tidak terlalu terimbas penghapusan trader bertingkat," ujarnya.
Perdagangan gas menjadi perbincangan. Upaya memerangi praktik tata niaga gas bertingkat akan sia-sia menyusul ketidaktegasan pemerintah dengan memberikan kelonggaran kepada badan usaha niaga gas untuk menyelesaikan kontraknya.
Padahal, sejak 2016 pemerintah berupaya menghilangkan praktik ‘makelar’ gas bertingkat dengan menerbitkan Permen ESDM No. 6/2016 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan serta Harga Gas Bumi. Aturan tersebut diterapkan mulai 24 Februari 2018.
Melalui beleid itu, seluruh badan usaha niaga gas yang mendapatkan alokasi gas bumi harus langsung menjual ke konsumen, tidak boleh dijual ke pelaku usaha lain.
Dengan kata lain, trader gas bertingkat memiliki waktu 2 tahun untuk membangun fasilitas distribusi atau bekerja sama dengan badan usaha lain yang sudah memiliki infrastruktur.
Namun, hingga tenggat berakhir, masih ada delapan dari 10 perusahaan gas yang tetap mempraktikkan tata niaga gas bertingkat dan malah meminta fleksibilitas kepada pemerintah agar memberikan waktu sampai kontrak mereka selesai.
Fansurullah A.S.A., Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), mengatakan rapat pimpinan di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memutuskan untuk merevisi Permen ESDM No. 6/2016.
“Di rapim [rapat pimpinan Kementerian ESDM] memutuskan untuk merevisi Permen ESDM No. 6/2016. Revisi tidak banyak, mungkin hanya satu pasal saja,” ujarnya, Selasa (10/4).
Susyanto, Sekretaris Ditjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, mengakui sedang merevisi Permen ESDM No. 6/2016. Namun, dia enggan memberikan penjelasan detail soal revisi itu.
“Sebentar lagi revisi aturannya bakal terbit, intinya dalam waktu dekat,” katanya kepada Bisnis, Selasa (10/4).
Direktur Eksekutif Reforminer Komaidi Notonegoro mengatakan, jika melihat kondisi yang ada, keputusan merevisi permen itu bisa dilihat sebagai jalan tengah.
Namun di sisi lain, pemerintah cenderung terlihat tidak konsisten. Oleh karena itu, ke depan pemerintah harus lebih cermat sebelum menerbitkan regulasi.