Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Komentari Perdagangan Gas Bertingkat, Produsen Pupuk Keluhkan Beban Biaya

Produsen pupuk menyatakan pola perdagangan gas bertingkat akan menambah beban biaya.
Harbour Mobile Crane baru milik Pelabuhan Makassar dioperasikan untuk bongkar muat pupuk, di Makassar, Senin (5/2)./JIBI-Paulus Tandi Bone
Harbour Mobile Crane baru milik Pelabuhan Makassar dioperasikan untuk bongkar muat pupuk, di Makassar, Senin (5/2)./JIBI-Paulus Tandi Bone

Bisnis.com, JAKARTA—Produsen pupuk menyatakan pola perdagangan gas bertingkat akan menambah beban biaya.

Dadang Heru Kodri, Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia (APPI), menuturkan dari awal industri pupuk berdiri sampai saat ini, industri mendapatkan gas dengan perjanjian dengan produsen hulu. Perdagangan bertingkat justru terjadi karena perubahan tata kelola di produsen sehingga industri harus mengikuti. 

"Sejak awal industri pupuk berdiri sampai saat ini, kami mendapatkan gas langsung berdasarkan perjanjian dengan produsen gas di hulu. Namun, sejak pertamina ada hulu dan Pertagas jadi sedikit berbeda. Perjanjian dilakukan dengan kedua institusi tersebut yaitu besaran jumlah gas dengan Pertamina Hulu dan penyaluran melalui pipa dengan Pertagas," kata Dadang, Rabu (11/4/2018). 

Sementara di luar Pertamina, pabrik pupuk langsung mendapatkan ke produsen gas. Dadang menyatakan saat ini semangat dari pemerintah di bawah Presiden Joko Widodo adalah penyederhanaan aturan. Ia berharap harga gas semakin kompetitif dan proses pengadaan gas dapat lebih dipangkas. 

Hal senada juga disampaikan oleh Achmad Safiun, Ketua Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB). Pada 2016, Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Perpres No.40/2016 Penetapan Harga Gas Bumi.  Dalam beleid itu presiden memerintahkan kepada kementerian teknis untuk menetapkan harga gas maksimal US$6 MMBtu jika hasil perhitungan tidak menemukan skala keekonomian. 

Industri yang dapat menggunakan harga ketetapan ini adalah industri pupuk, industri petrokimia, industri oleochemical, industri baja, industri keramik, industri kaca, dan industri sarung tangan.

Safiun menyampaikan sembari menunggu revisi undang-undang migas baru rampung, maka Perpres ini harus dikawal hingga terealisasi.

 

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Anggara Pernando
Editor : Ratna Ariyanti

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper