Bisnis.com, JAKARTA – Nilai Jual Objek Pajak yang meningkat di Provinsi DKI Jakarta tidak terlalu mengganggu bisnis desain interior.
Sekretaris Jenderal Himpunan Desainer Interior Indonesia, Rohadi, mengatakan kenaikan NJOP di Provinsi DKI Jakarta itu bisa berpotensi menambah pendapatan daerah. Dia menilai banyaknya polemik terhadap kenaikan NJOP dari pengembang, yang adalah customer dari desainer interior.
“Itu memang mungkin perlu dikaji ulang karena aturan itu harus tepat sasaran. Kalau untuk jasa interior, itu tdak berpengaruh. Justru pengaruhnya ke pasar NJOP,” ungkap Rohadi kepada Bisnis, Jumat (13/7/2018).
Terkait program perumahan Pemprov DKI Jakarta yaitu rumah dengan uang muka atau down payment (DP) 0, juga dipandang punya peluang yang bagus untuk dilanjutkan. Dia menilai program rumah dengan DP 0 bisa diterapkan untuk pembangunan lain misalnya untuk fasilitas publik seperti bangunan sekolah.
Sementara itu, Ali Tranghanda, CEO Indonesia Property Watch menilai kenaikan NJOP ini terkesan terburu-buru sehingga menjadi kebijakan sepihak tanpa mendengar pendapat dari berbagai pihak. Meskipun demikian Ali mengatakan bahwa kenaikan harga NJOP pastinya tidak bisa dihindari, namun momen kenaikannya pada tahun ini yang dianggap tidak tepat. Dia menilai, dengan kondisi pasar properti yang sedang melemah, akan lebih bijak bila kenaikan tersebut bisa ditunda sampai tahun depan.
“Indeks harga pasar perumahan di Jakarta terus menunjukkan pelemahan sejak tahun lalu dan bila NJOP dinaikkan tentunya akan membebani konsumen karena di sisi lain mereka juga tidak dapat menaikkan harganya. Kalau naik pastinya semakin tidak bisa terjual,” jelas Ali.
Baca Juga
Selain kondisi pasar yang lemah, Indonesia Property Watch juga mempertanyakan urgensi dan transparansi Pemprov DKI Jakarta atas penggunaan pemasukan pajak tersebut. Pasalnya IPW belum melihat urgensi untuk dinaikkan tahun ini.
“Bila memang ada urgensi atau Pemprov DKI membutuhkan dana untuk perbaikan infrastruktur dan lainnya, sebaiknya harus transparan dibuka ke publik masyarakat Jakarta,” lanjut Ali.
Jika dibandingkan dengan kenaikan NJOP saat Gubernur Basuki Tjajaha Purnama, Ali menjelaskan bahwa kenaikan yang terjadi pada tahun 2014 di saat pasar properti telah menikmati hasilnya karena dalam periode 2009 sampai 2013 pertumbuhan pasar properti sangat luar biasa. Sedangkan sejak 2 tahun lalu pasar properti masih belum bergerak dan cenderung melemah. Sehingga momen kenaikan tahun ini kurang tepat.
“Bila memang tidak bisa ditunda lagi, maka seharusnya bila di satu sisi terbebani pajak, di sisi lain ada insentif tambahan bagi pasar, misalkan dinaikkannya batasan rumah yang bebas PBB dari Rp1 Miliar menjadi Rp1,5 miliar,” usul Ali.
Kenaikan pajak ini pastinya akan menaikkan harga properti. Namun menjadi dilema ketika pasar properti saat ini pun tidak dapat naik terlalu tinggi karena pasar yang tengah lesu.