Bisnis.com, KARACHI - Kedutaan Besar Republik Indonesia di Pakistan meningkatkan upaya dalam memfasilitasi kepentingan eksportir atau pengusaha sawit nasional dengan importir Pakistan seiring dengan proses menuju free trade agreement dengan negara tersebut.
Iwan Suyudhie Amri, Duta Besar Republik Indonesia untuk Pakistan mengatakan dengan populasi penduduk hampir 200 juta jiwa, Pakistan menjadi negara sekaligus pasar potensial bagi kerja sama perdagangan dengan Indonesia. Terlebih lagi, katanya, Pakistan adalah importir produk sawit terbesar keempat untuk Indonesia.
"Kami akan semaksimal mungkin memfasilitasi kepentingan pemerintah dan pengusaha Indonesia di Pakistan untuk meningkatkan atau paling kurang dan memelihara pasar produk minyak sawit yang sudah [menguasai pasar] 80% atau sudah agak jenuh ini," ujarnya, Rabu (5/9/2018).
Iwan mengatakan terkait hubungan dagang dengan Pakistan, tantangan ke depan bukan lagi tantangan tradisional seperti akses pasar dalam konteks tarif karena Indonesia sudah menjalankan preferential trade agreement (PTA) dengan Pakistan. Adapun Konsulat Jenderal RI di kota pusat bisnis Pakistan Karachi, terus berusaha meningkatkan porsi kelapa sawit ke arah kerja sama yang lebih besar.
Indonesia-Pakistan di antaranya sudah empat kali mereview PTA sudah sepakat untuk meningatkan statusnya ke tingkat free trade agreement (FTA). Rencananya Kementerian Perdagangan kedua negara akan mempertahankan ke arah status tersebut dalam kerangka kerja yang tengah berproses saat ini.
Iwan menyebut, khusus di sektor perdagangan produk sawit, Kedubes RI bersama Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) pada tahun lalu telah menginisiasi Indonesia Pakistan Joint Palm Oil Committee (IP-JPOC). Dalam IP-JPOC, eksportir Indonesia dan importir Pakistan bersama-sama membahas bagaimana menjaga kerja sama yang saling pengertian.
Baca Juga
"Kalau ada sengketa tidak perlu ke pengadilan tetapi bisa saling membahas bersama, masalah pasti ada meskipun kecil tetapi dengan ini kita bisa meningkatkan kerja sama pelaku sawit dalam hubungan eksportir dan importir."
Lebih jauh, Iwan menyebutkan, KBRI dan KJRI terus meningkatkan upaya lain dalam hal melanjutkan promosi karena dalam hal perdagangan produk sawit, kondisi Pakistan berbeda dengan pasar Rusia ataupun pasar Eropa.
"Di sini kami lebih banyak melakukan konsultasi dan komunikasi dengan para importir kemudian mendeteksi sedini mungkin setiap hal yang berpotensi merugikan ekspor Indonesia, dengan upaya pencegahan melalui lobi-lobi, dan konsultasi dengan pihak asosiasi pengusaha di Pakistan dan pengusaha Indonesia, termasuk melalui program seminar."
Togar Sitanggang, Wakil Ketua Umum Gapki mengatakan Pakistan adalah pasar ekspor minyak sawit Indonesia terbesar keempat setelah India, Uni Eropa, dan China.
Bahkan sawit dari Indonesia memasok 80% kebutuhan minyak sawit di Pakistan, sedangkan 20% sisanya diimpor Pakistan dari Malaysia. "Tentu Pakistan adalah pasar yang strategis bagi Indonesia," kata Togar.
Dari total nilai ekspor sawit Indonesia yang mencapai US$22,9 miliar pada 2017, Pakistan menyumbang sekitar US$2 miliar atau hampir 10%. Dengan jumlah penduduk 207 juta jiwa, maka kebutuhan Pakistan akan minyak nabati termasuk minyak sawit sebagai bahan baku makanan akan terus meningkat.