Bisnis.com, JAKARTA — Industri kelapa sawit nasional menghadapi tantangan besar menyusul stagnasi produksi yang terjadi dalam lima tahun terakhir. Padahal, Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia dengan kontribusi lebih dari 50% pasokan global.
Data PalmCo mencatat, laju pertumbuhan produksi minyak sawit mentah (CPO) Indonesia hanya mencapai 1,04% compound annual growth rate (CAGR) dalam periode lima tahun terakhir. Angka ini tertinggal jauh dibandingkan pertumbuhan minyak nabati lainnya seperti kedelai yang tumbuh 2,98% dan rapeseed (canola) yang tumbuh 6,25%.
Kondisi tersebut menjadi sinyal bahwa dominasi minyak sawit sebagai sumber minyak nabati paling produktif berpotensi tergerus bila produktivitas tidak segera ditingkatkan.
Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara IV PalmCo, subholding PTPN III (Persero), menegaskan stagnasi produksi terutama disebabkan oleh faktor umur tanaman yang sudah tua, rendahnya produktivitas perkebunan rakyat, serta keterbatasan akses petani terhadap bibit unggul dan teknologi pengelolaan.
“Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) menjadi kunci utama. Tanpa replanting, produktivitas sawit kita bisa terus menurun. PalmCo berkomitmen mendorong PSR secara masif dengan melibatkan petani rakyat,” ujarnya, dikutip Senin (18/8/2025).
Hingga kini, PalmCo telah meremajakan lebih dari 24.000 hektare kebun sawit rakyat. Dari jumlah itu, sekitar 14.000 hektare sudah menghasilkan dan mencatatkan produktivitas di atas standar nasional. Upaya ini diharapkan dapat menjadi contoh bahwa replanting mampu mempercepat pemulihan produksi nasional.
Baca Juga
Selain PSR, PalmCo juga mengembangkan berbagai strategi peningkatan produktivitas. Salah satunya melalui penyediaan bibit unggul bersertifikat dengan kualitas yang lebih tahan terhadap penyakit dan memiliki potensi tandan buah segar (TBS) lebih tinggi.
PalmCo juga menyiapkan pola kemitraan offtaker, pendampingan teknis kepada petani, hingga pemanfaatan teknologi digital lewat PalmCo Business Cockpit yang memungkinkan monitoring produktivitas secara real time.
Lebih jauh, manajemen PalmCo menilai bahwa hubungan erat dengan petani merupakan fondasi utama untuk menjaga keberlanjutan industri sawit. Skema kemitraan ini sekaligus menjawab tantangan global, mengingat isu keberlanjutan dan efisiensi menjadi syarat utama perdagangan minyak nabati di pasar internasional.
“Kami tidak bisa bekerja sendiri. Kolaborasi dengan petani adalah kunci agar produktivitas naik, keberlanjutan terjaga, dan daya saing sawit Indonesia tetap kuat di pasar global,” imbuhnya.
Dari sisi pasar, stagnasi produksi berpotensi mengurangi peran strategis sawit Indonesia di tengah ketatnya persaingan minyak nabati. Negara produsen seperti Malaysia, Argentina, hingga Brasil terus memperkuat efisiensi di sektor agribisnis, sementara konsumen global semakin menuntut aspek keberlanjutan.
Di sisi lain, tingginya kebutuhan energi baru terbarukan seperti biodiesel juga membuat kebutuhan pasokan CPO semakin krusial.
Dengan kondisi ini, PalmCo diharapkan dapat berperan sebagai katalisator utama dalam transformasi sawit nasional, bukan hanya sebagai produsen besar, tetapi juga motor penggerak peningkatan produktivitas dan keberlanjutan bersama petani rakyat.
Adapun, dalam momentum HUT ke-80 RI, PalmCo mengundang puluhan petani sawit dari berbagai kabupaten dan kota di Indonesia untuk mengunjungi kantor pusatnya di Jakarta.
Sebanyak 42 orang petani dari 38 lembaga pekebun yang didampingi pengurus Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perusahaan Inti Rakyat (Aspekpir).
“Kami sangat bersyukur, pada momentum bulan kemerdekaan ini, kita dapat bersilaturahmi dengan perwakilan petani sawit yang ada di Nusantara," katanya.
Menurutnya, para petani tersebut turut berjasa membangun ekonomi bangsa melalui produksi tandan buah segar sawit mereka yang kemudian diolah menjadi CPO ataupun produk turunan lainnya. Sehingga tidak hanya mampu memenuhi kebutuhan pangan dan energi di dalam serta luar negeri, tapi juga membuka lapangan pekerjaan sampai mendatangkan devisa bagi negara.
Puluhan petani yang sengaja diundang PalmCo itu datang dari beragam provinsi dan pulau seperti Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Palembang, Jawa Barat, hingga beberapa titik di pulau Kalimantan dan Sulawesi.
Acara diawali dengan pertemuan dan diskusi langsung antara petani dengan direksi, menyaksikan proses kerja dan digitalisasi perusahaan melalui dashboard yang ada di kantor Jakarta, kemudian di hari berikutnya para peserta menerima pembekalan teknis dan pengembangan kapasitas yang dilangsungkan di Kota Bandung, Jawa Barat. Tidak hanya mempersiapkan acara, PalmCo juga memfasilitasi penuh transportasi dan akomodasi petani.
Disebutkan Jatmiko, dia ingin menyatukan visi pekebun sawit smallholders, utamanya dalam kondisi tantangan industri edible oil (minyak yang dapat dimakan) global saat ini. Menurutnya, Indonesia tidak boleh terlena dengan status sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia.
Petani yang hadir, Hadianto, Ketua Koperasi Produsen Makarti Jaya yang berada di Kecamatan Tandun Kabupaten Rokan Hulu, menilai single manajemen yang dijalankan PalmCo memang layak mendapat predikat the best role model dari Kementerian Pertanian.
“Luar biasa bermitra dengan PTPN IV PalmCo. Kita dikawal dari awal, mulai dari proses proposal sampai seluruh proses peremajaan [replanting] hingga menghasilkan. Janji untuk menjamin produksi dan menggantinya jika di bawah standar, terbukti,” sebut Hadi.
Dia menjelaskan, tanamannya menghasilkan mencapai 18 ton perhektare pertahun pada tahun pertama (TM I), TM II 21 ton dan TM III mencapai 23 ton.
“Produksi kami di atas standar nasional,” tegasnya.