Bisnis.com, JAKARTA – Gaya arsitektur nusantara memiliki karakter sebagai hunian dengan ruang terbuka yang sangat banyak sebagai akses penghuni bisa sering bersosialisasi.
Menurut pegiat arsitektur nusantara, Yori Antar, hunian di Indonesia memiliki desain dan kerangka sesuai dengan karakter negara dua musim. Kondisi ini membedakan model bangunan di Indonesia dengan negara-negara yang memiliki empat musim.
“Ini artinya rumah di Indonesia itu harus multiple function. Manusia Indonesia, adalah manusia yang hobinya bersosialisasi,” terang Yori Antar di ICE BSD dalam Forum Arsitek Indonesia, Jumat (7/9/2018).
Dia menjelaskan, hobi bersosialisasi ini adalah menyusul karakter berikutnya dari manusia Indonesia yang suka bergotong-royong. Guna memenuhi dua aktivitas ini, arsitektur nusantara menawarkan hunian atau bangunan dengan ruang terbuka yang luas untuk bersosialisasi.
Yori menerangkan, konsep arsitektur nusantara memang menjadi konsep yang rancu bahkan di ranah perguruan tinggi. Pasalnya, arsitektur nusantara harus diterapkan sebagai sebuah mindset, atau landasan berpikir. Ada pun landasan berpikir ini menyangkut budaya, kebiasaan, tradisi, dan karakter dari manusia yang hidup di dalamnya. Sehingga, bangunan akan menyesuaikan dengan karakter penghuni.
“Saya selalu tegaskan arsitektur nusantara itu mindset. Kalau tidak ditanamkan, nanti orang masih menganggap rumah adat peninggalan itu sebagai barang dari zaman purba, padahal itu ada identitas kita,” tutur Yori.
Baca Juga
Sebagai informasi, Yori Antar adalah arsitek yang merevitalisasi Lapangan Banteng. Dia juga aktif dalam merevitalisasi sejumlah infrastruktur dan bangunan adat beberapa daerah. Misalnya saja, Yori adalah arsitek yang merevitalisasi Rumah Adat Wae Rebo, di Flores, Nusa Tenggara Timur. Dia juga merancang museum tenun di Sumba, NTT. Dia juga merevitalisasi Museum Asmat di Papua.