Bisnis.com, JAKARTA - Menteri PPN/Bappenas Bambang PS. Brodjonegoro menceritakan kisah sukses perbaikan sanitasi di Indonesia pada pertemuan 80 negara berkembang di India.
Bambang mengungkapkan keberhasilan Pemerintah Indonesia menurunkan Open Defecation Free (ODF) sebesar 1,4% per tahun, dari 24,8% pada tahun 2007 menjadi 10,41% pada tahun 2017.
"Indonesia juga berhasil meningkatkan akses sanitasi nasional sebesar dua persen per tahun, dari 58,77% pada tahun 2007 menjadi 76,92% pada tahun 2017,” katanya seperti dikutip dari keterangan pers, Senin (1/10/2018).
Dengan pendekatan nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), Pemerintah Indonesia terus berupaya mendorong perilaku higienis dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat.
STBM di Indonesia didasarkan pada lima pilar perubahan perilaku sanitasi, yaitu, Stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS); cuci tangan dengan menggunakan sabun; pengelolaan air minum dan makanan di rumah tangga; pengelolaan sampah di rumah tangga; serta pengelolaan air limbah domestik di rumah tangga.
STBM telah mengakomodasi isu slippage, yaitu kembalinya masyarakat ke perilaku BABS setelah masyarakat di desa/kelurahan mendeklarasikan ODF. Berdasarkan studi UNICEF, tingkat slippage rata-rata adalah sekitar 6% .
Meski pada awalnya dirancang dalam konteks pedesaan, STBM juga disesuaikan dengan kebutuhan perbaikan sanitasi di daerah urban. Sementara itu, untuk mendukung keberlanjutan, STBM juga didorong meningkatkan kualitas sarana sanitasi, utamanya yang dibangun secara swadaya oleh masyarakat.
“Untuk meningkatkan komitmen pembangunan sanitasi hingga tataran daerah, Pemerintah Indonesia menyinergikan semua upaya pemangku kepentingan, menerapkan layanan sanitasi berkelanjutan, dan mengoptimalkan berbagai sumber pendanaan dalam rangka mencapai 100% Akses Universal Sanitasi 2019, sebagaimana target di Rencana Pembangunan Jangka Menegah Nasional (RPJMN) 2015-2019 dan Sustainable Develoment Goals (SDGs),” jelas Bambang.
Pertama, Dana Alokasi Khusus (DAK) digunakan untuk meningkatkan infrastruktur sanitasi di pedesaan. Skema inovasi daerah ini telah dilakukan Nusa Tenggara Barat, Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Kalimantan Selatan, dengan total lebih dari US$ 285 juta dan peningkatan rata-rata 10% per tahun sejak tahun 2010.
Kedua, Dana Desa digunakan untuk pembangunan sanitasi yang menjadi kewenangan desa, dengan total US$ 16,2 miliar (2016-2018).
Ketiga, Hibah Sanitasi merupakan bantuan berbasis output dari mitra pembangunan yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk membangun infrastruktur air minum dan sanitasi, dengan total US$ 103,1 juta yang telah dikucurkan.
Keempat, Dana Zakat merupakan skema pendanaan alternatif yang berasal dari kelompok masyarakat Islam dalam rangka penyediaan layanan air minum dan sanitasi di Indonesia.