Bisnis.com, JAKARTA -- Dunia perguruan tinggi Indonesia tengah berbenah agar tak kalah saing di kancah global. Apalagi, perguruan tinggi asing (PTA) akan beroperasi di Tanah Air mulai 2019.
Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi perguruan tinggi swasta (PTS) maupun perguruan tinggi negeri (PTN) lokal. Di satu sisi, mereka harus berlomba-lomba mencari mahasiswa. Namun, masuknya PTA justru akan memperkecil kue pasar calon mahasiswa.
Salah satu strategi yang dilakukan perguruan tinggi lokal untuk bisa berkompetisi adalah mengembangkan program studi yang relevan dengan perkembangan zaman.
Toh, Presiden Joko Widodo sudah meminta agar perguruan tinggi tanggap terhadap tantangan dan peluang saat ini karena banyak fakultas dan program studi di Tanah Air yang sudah tak relevan.
Pengamat pendidikan Budi Trikorayanto mengatakan, apabila program studi di perguruan tinggi Indoneisa tak berubah mengikuti zaman, dapat dipastikan mereka akan diabaikan calon mahasiswa.
“Tidak hanya mahasiswa, tetapi juga perusahaan-perusahaan Tanah Air bakal lebih memilih lulusan asing yang memenuhi kebutuhan mereka. Oleh karena itu, PTN/PTS harus jeli dengan apa yang saat ini dibutuhkan dunia kerja.”
Salah satu lembaga pendidikan tinggi yang tengah memperkuat strategi adaptasi dengan perkembangan zaman adalah Yayasan Sahid Jaya. Caranya adalah melalui kerja sama dengan Hunan Normal University China.
Ketua Umum Yayasan Sahid Jaya Nugroho B. Sukamdani menuturkan, hubungan diplomatik China dengan Indonesia telah terjalin baik sejak 1990. Rintisan jalinan kerja sama ini dimulai pada 1988 oleh Alm. Sukamdani Sahid Gitosarjono, yang saat itu menjabat sebagai Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia.
Sejak Joko Widodo memimpin pada 2014, setidaknya sudah empat kali RI-1 bertemu dengan Presiden China Xi Jinping, di samping pertemuan penting dalam forum resmi kenegaraan lainnya.
Kerja sama Indonesia-China pun semakin erat terjalin di berbagai bidang seperti politik, ekonomi, dan sosial budaya.
Dalam rentang 6 tahun terakhir, hubungan Indonesia-China telah menghasilkan setidaknya 60 kesepakatan, dan 20 di antaranya merupakan kesepakatan kerja sama hubungan antarmasyarakat kedua negara (people-to-people exchange).
Potensi kerja sama itu antara lain mencakup bidang pendidikan, industri kreatif (media), kesehatan, pariwisata, kepemudaan, dan olah raga.
“Saya yakin bahwa bidang-bidang kerja sama tersebut akan memberikan manfaat bagi kedua negara,” kata Nugroho.
Karena RI dan China telah memiliki banyak kesepakatan beberapa tahun terakhir, Nugroho menuturkan, kerja sama antara Universitas Sahid (Usahid) dengan Hunan Normal University ini dapat dilakukan khususnya di bidang penelitian dan teknologi.
Tujuannya adalah untuk meningkatkan kapasitas riset dan teknologi melalui penelitian bersama, pertukaran dosen dan mahasiswa, program magang, alih teknologi, pelatihan, serta pengembangan produk bersama.
“Kami mengharapkan pemberian beasiswa Pemerintah China kepada mahasiswa Indonesia bisa terus meningkat, terutama untuk jenjang pendidikan tinggi dan pendidikan vokasional berbagai jurusan,” tuturnya.
Adapun, kerja sama bidang kebudayaan, diharapkan dapat memperkuat promosi budaya hingga meningkatkan pemahaman budaya kedua negara.
Menurutnya, pelatihan tentang bahasa dan budaya China perlu ditingkatkan dan dikembangkan bersama Hunan Normal University.
“Hal ini telah dirasakan manfaatnya oleh pimpinan Sahid Group yang telah mengikuti Pelatihan di Beijing Chinese Language and Culture [sponshorship Minister of Finance of the People Republic of China] yang dilaksanakan pada 2—15 Juli 2018. Pelatihan ini kami rasakan sangat besar manfaatnya bagi pengembangan dan kerja sama kedua negara,” katanya.
Nugroho mlanjutkan, kerja sama juga dilakukan untuk bidang pariwisata yang nantinya akan melahirkan program studi ilmu pariwisata di Usahid.
Apalagi, pariwisata Indonesia dewasa ini berkembang sangat pesat, sehingga diperlukan tenaga/ sumber daya manusia yang profesional dan andal, serta berwawasan internasional.
“Jadi di bidang pariwisata ini nantinya akan lahir coffee academy, ada tentang coffee culture, pengetahuan kopi, dan segala sesuatu mengenai kopi. Indonesia terkenal dengan pembuat kopi paling hebat tetapi belum mencapai nilai tambah,” ujarnya.
Selain itu, nantinya akan ada kerja sama penelitian pariwisata, ecowisata, dan pengembangan komunitas yang bermanfaat bagi kedua negara.
Menurutnya, kerja sama di bidang pariwisata akan berdampak pada peningkatan jumlah wisatawan China ke Indonesia maupun sebaliknya. Sebab, pariwisata merupakan sektor strategis yang sangat potensial untuk bisa dikembangkan.
Berdasarkan data BPS, jumlah kunjungan wisman China ke Indonesia dari Januari hingga September 2018 mencapai 1,68 juta kunjungan, turun dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebanyak 1,69 juta kunjungan.
Ke depannya, Nugroho berharap dapat mengembangkan kerja sama di sektor farmasi dan kesehatan karena China terkenal dengan industri obat herbalnya.
Memang, untuk merevitalisasi program studi dan jurusan tak semudah membalikkan telapak tangan. Namun, kalau tidak dimulai saat ini, mau kapan lagi membuat program studi dan jurusan yang ada di Tanah Air mengikuti perkembangan zaman agar dapat bersaing?