Bisnis.com, JAKARTA — Efektivitas kebijakan impor daging kerbau sebagai upaya pengendalian harga daging nasional tahun ini dipertanyakan, lantaran langkah serupa pada tahun lalu sudah terbukti gagal.
Ekonom Indef Rusli Abdullah mengatakan, impor daging kerbau sejumlah 100.000 ton pada 2018 terbukti gagal mengendalikan harga daging nasional. Berdasarkan data yang dimilikinya, rerata harga daging sapi nasional pada 2017 adalah Rp111.900/kg dan naik menjadi Rp112.800/kg pada tahun lalu.
“Artinya misi pemerintah untuk menghadirkan daging kerbau sebagai pengendali harga daging sapi secara keseluruhan gagal. Bahkan, saat Lebaran tahun lalu harga daging sapi nasional sempat mencapai Rp125.000/kg, meskipun telah masuk daging kerbau ke Indonesia,” jelasnya kepada Bisnis.com, Selasa (29/1/2019).
Dia mengatakan, hal tersebut salah satunya disebabkan oleh belum banyaknya minat masyarakat terhadap daging kerbau sebagai substitusi daging sapi. Meskipun harga daging kerbau pada tahun lalu dipatok Rp80.000/kg, minat masyarakat terhadap daging sapi masih sangat besar.
Rendahnya minat masyarakat terhadap daging kerbau juga dibuktikan oleh realisasi serapan impor tahun lalu yang menurutnya di bawah 80.000 ton. Padahal, pemerintah telah menyediakan kuota impor daging kerbau dari India sebanyak 100.000 ton. Masyarakat, menurut Rusli, tetap memilih menggeser konsumsinya ke daging sapi kualitas rendah.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Industri Pangan Strategis Juan Permata Adoe mengatakan, pemerintah perlu mendiversifikasikan sumber impor daging sapi alih-alih bergantung pada daging kerbau sebagai alat pengendali harga daging nasional.
“Adanya impor daging kerbau ini sudah membuat harga daging nasional relatif terprediksi kenaikannya, karena harganya lebih murah. Namun, kalau tujuannya untuk menekan harga daging nasional, lebih baik pemerintah buka sumber impor dari negara selain AS, Australia dan Selandia Baru,” jelasnya.
Dia menjelaskan, daging sapi dari Amerika Latin dan Afrika relatif lebih murah dan memiliki kualitas yang tidak kalah dengan Australia, AS dan Selandia Baru. Di sisi lain, berkaca pada serapan daging kerbau yang di bawah kuota yang ditentukan pada tahun lalu, pemerintah harus menyadari bahwa minat masyarakat masih berkutat kepada daging sapi.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan mengatakan, surat persetujuan impor (SPI) 100.000 ton daging kerbau akan diterbitkan pekan ini. Dia menyebutkan, penerbitan SPI tersebut ditujukan agar Bulog dapat segera menggelar lelang impor daging kerbau untuk mengisi stok daging nasional guna persiapan kebutuhan Lebaran 2019.
“Pekan ini keluar SPI. Saat ini sedang kami proses penerbitan suratnya,” ujar dia.
Oke mengatakan, Kemendag tidak menentukan preferensi khusus mengenai asal daging kerbau yang akan diimpor. Dia menyatakan, Kemendag menyerahkan seluruh kegiatan impor daging kerbau kepada Bulog.
Sementara itu, Direktur Pengadaan Perum Bulog (Persero) Bachtiar mengatakan, Bulog segera melakukan lelang impor daging kerbau setelah SPI daging kerbau terbit. Dia menargetkan pada Februari lelang akan digelar setelah Kementerian BUMN memberikan penugasan ke Bulog. Hal itu dilakukan untuk mempercepat masuknya daging kerbau ke Indonesia, agar stok daging untuk kebutuhan nasional terjaga.
“Target kami untuk menjaga agar harga turun atau tetap stabil ketika menjelang Lebaran. Untuk impor daging sapi kami juga sudah siapkan skemanya, yang jelas untuk daging sapi kami menunggu arahan rapat koordinasi terbatas di Kemenko Perekonomian,” katanya.
Dia pun tidak menargetkan secara khusus impor daging kerbau dari satu negara saja. Dia menegaskan akan mengambil daging kerbau dengan kualitas tinggi tetapi memiliki harga yang rendah.