Bisnis.com, JAKARTA — Kendati pemerintah telah mengubah kembali proses importasi ban, peluang terjadinya kenaikan impor diperkirakan masih akan terjadi.
Ketua Umum Asosiasi Produsen Ban Indonesia (APBI) Azis Pane mengatakan, kendati pemerintah telah mengembalikan jalur pengawasan importasi ban dari post border ke border melalui pusat logistik berikat (PLB), potensi tingginya impor ban di dalam negeri masih berpeluang terjadi. Pasalnya, para importir tetap bisa menimbun ban impor sebelum dimasukkan ke dalam negeri, melalui pusat logistik berikat (PLB).
“Saya tidak yakin impor ban berkurang drastis, karena bisa jadi importir nakal itu hanya mengubah metode memasukkannya ke Indonesia. Beli sebanyak-banyaknya, timbun di PLB, lalu dikeluarkan sedikit demi sedikit,” ujarnya.
Dia pun menegaskan, perubahan jalur importasi ini secara tidak langsung merupakan pengakuan dari pemerintah dalam mengambil kebijakan. Pasalnya, pada Februari 2018 lalu, pemerintah menetapkan komoditas ban untuk masuk dalam produk impor larangan terbatas (lartas) yang diperbolehkan melalui jalur post border.
Untuk itu, dia mendesak pemerintah meningkatkan pengawasannya dengan cara menetapkan kuota impor ban yang disesuaikan dengan kebutuhan domestik setiap tahunnya. Menurutnya, pengawasan tersebut kuncinya ada pada Kementerian Perindustrian, sebagai otoritas yang menerbitkan rekomendasi impor ban di dalam negeri.
“Kemenperin seharusnya sudah tahu, berapa besar kapasitas produksi industri kita dan apa saja jenis ban yang bisa diproduksi di dalam negeri dan mana yang harus diimpor. Dari situ saja seharusnya sudah bisa dibatasi impornya” tegasnya.
Dia menyatakan, selama ini lonjakan impor terjadi pada jenis ban di luar radial untuk bus dan truk. Pasalnya, menurut dia hanya ban radial untuk bus dan truk yang belum mampu dipenuhi oleh produsen di dalam negeri dan harus diimpor.
Selain itu, tingginya impor ban disebabkan oleh murahnya harga ban dari luar negeri, terutama dari China. Menurut datanya, impor dari China pada tahun lalu mencapai 30% dari total impor ban nasional. Tingginya impor dari Negeri Panda, disinyalir akibat harga produk yang lebih murah, kendati kualitasnya rendah.
Adapun, dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 5/2019 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 77/M-Dag/Per/11/2016 Tentah Ketentuan Impor Ban, terdapat sejumlah ketentuan baru. Salah satunya, impor ban yang dilakukan oleh perusahaan pemilik angka pengenal importir produsen (API P) dapat dilaksanakan melalui PLB.
Sementara itu, perusahaan pemilik angka pengenal importir umum (API U) harus dilakukan melalui PLB. Ketentuan tersebut tidak berlaku bagi impor ban yang tiba dipelabuhan pada 1 Maret 2019. Sementara itu, aturan baru ini mulai berlaku pada 1 Februari 2019.
“Kebijakan ini adalah salah satu upaya pemerintah untuk menekan impor berlebihan dari produk ban. Maka dari itu, proses pengawasan importasi dikembalikan dari yang awalnya post border ke border melalui PLB,” ujar Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan.
Dihubungi secara terpisah, Direktur PT Multistrada Arah Sarana Tbk. Uthan A. Sadikin mengatakan, aturan baru mengenai ketentuan impor ban ini cukup efektif menekan lonjakan impor ban yang terjadi pada tahun lalu. Pasalnya, dengan kembalinya pengawasan impor ke border membuat pengawasan impor menjadi lebih ketat.
“Intinya aturan ini tidak melarang impor, hanya saja membuat importasinya menjadi lebih ketat dan terukur. Selain itu dengan pengajuan izin impor yang diwajibkan melalui sistem online akan membatasi pertemuan fisik antara regulator dan importir, sehingga mengurangi potensi kolusi antara keduanya,” ujarnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) impor ban luar dan ban dalam sepanjang 2018 mencapai US$1,62 miliar naik 2,33% secara year on year (yoy). Sementara itu, pada periode yang sama, impor ban vulkanisir turun38,43% menjadi US$9,53 juta.