Bisnis.com, JAKARTA -- Lebah terbesar di dunia yang diyakini telah punah ternyata ditemukan kembali, tepatnya di Indonesia.
Lebah bernama latin 'Megachile Pluto' yang umumnya dikenal sebagai lebah raksasa Wallace, terakhir terlihat pada 1981 dan diyakini punah.
Lebah raksasa itu memiliki panjang sayap sekitar 2,5 inci. Hewan serangga ini ditemukan oleh Alfred Russell Wallace pada tahun 1850-an, tetapi menurut sejarawan, lebah raksasa itu tidak terlihat lagi sampai penemuan tahun 1981.
Menurut Clay Bolt, fotografer sejarah alam dari Montana yang dulu sempat menemukan lebah raksasa, penemuan binatang yang diyakini tidak ada lagi oleh para ilmuwan itu begitu menakjubkan.
Para ilmuwan percaya bahwa penemuan lebah ini adalah 'simbol pelestarian di Indonesia'.
Setelah hilang, dan dikhawatirkan punah, selama 38 tahun, lebah terbesar di dunia itu ditemukan kembali di kawasan Maluku Utara.
Baca Juga
Sebuah tim pencari ahli biologi Amerika Utara dan Australia menemukan seekor lebah betina raksasa Wallace (Megachile pluto) yang hidup di dalam sarang rayap di pohon, lebih dari dua meter di atas tanah.
"Sungguh menakjubkan melihat 'bulldog terbang' serangga yang kami tidak yakin ada lagi," kata Clay Bolt, seorang fotografer spesialis yang memperoleh gambar pertama dari spesies hidup itu.
"Untuk benar-benar melihat betapa indah dan besarnya spesies ini dalam kehidupan, untuk mendengar suara sayapnya yang raksasa saat terbang melewati kepalaku, sungguh luar biasa," ujarnya, dikutip dari theguardian.com.
Lebah betina raksasa dapat mencapai ukuran hampir 4cm panjang. Lebah ini pertama kali dikenal ilmu pengetahuan pada tahun 1858 ketika penjelajah dan naturalis Inggris Alfred Russel Wallace menemukannya di pulau Bacan, Indonesia.
Dia menggambarkan lebah betina sebagai "serangga besar, seperti tawon hitam, dengan rahang yang sangat besar seperti kumbang rusa".
Terlepas dari ukurannya, lebah itu tetap sulit dipahami. Hampir tidak ada hal yang dapat diketahui tentang siklus hidup rahasia lebah betina terlibat pembuatan sarang dari resin pohon di dalam gundukan rayap arboreal aktif.
Lebah ini tidak terlihat lagi oleh para ilmuwan sampai tahun 1981, ketika Adam Messer, seorang ahli serangga Amerika, menemukan kembali di tiga pulau Indonesia. Dia mengamati bagaimana lebah menggunakan mandibula raksasa untuk mengumpulkan damar dan kayu untuk sarangnya yang anti rayap.
Tim pencarian gagal menemukan lebah lagi, tetapi penemuan kembali betina tunggal meningkatkan harapan bahwa kawasan hutan masih menyimpan spesies ini.
Habitat lebah terancam oleh penggundulan hutan besar-besaran untuk pertanian. Di sisi lain, ukuran serta kelangkaan lebah ini menjadikannya target buruan para kolektor. Saat ini, tidak ada perlindungan hukum terkait perdagangan lebah raksasa Wallace.
"Kita tahu bahwa mengeluarkan berita tentang penemuan kembali ini bisa tampak seperti risiko besar mengingat permintaan, tetapi kenyataannya adalah bahwa kolektor yang tidak bermoral sudah tahu bahwa lebah ada di luar sana, ” ujar Robin Moore, ahli biologi konservasi dari Global Wildlife Conservation, yang menjalankan sebuah program bernama The Search for Lost Species.
Moore mengatakan sangat penting bagi para pelestari lingkungan untuk membuat pemerintah Indonesia memberi perhatian dan mengambil langkah-langkah untuk melindungi spesies dan habitat lebah ini.
"Dengan menjadikan lebah sebagai unggulan dunia yang terkenal untuk konservasi, kami yakin bahwa spesies ini memiliki masa depan yang lebih cerah daripada jika kita membiarkannya diam-diam dikumpulkan menjadi terlupakan," kata Moore.