Bisnis.com, JAKARTA — Pelaku usaha mikro dan kecil meminta insentif khusus dalam pengurusan sertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI) agar bisa kompetitif secara global.
Ketua Umum Asosiasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Indonesia (Akumindo) M. Ikhsan Ingratubun mengakui, hingga saat ini masih banyak produk UMK yang belum memiliki sertifikasi SNI.
Hal itu dikarena biaya untuk memperoleh sertifikasi yang tak murah. “Setiap produk harus SNI padahal produknya macam-macam dan mahal biaya prosesnya,” ucapnya kepada Bisnis, baru-baru ini.
Selain itu, sertifikat SNI hanya berlaku 6 bulan dan harus diperpanjang lagi. Hal inilah yang memberatkan para pelaku UMK untuk mensertifikasi SNI produk yang dimilikinya.
Ikhsan meminta agar pemerintah memberikan insentif kepada pelaku UMK yang dalam melakukan sertifikasi produk untuk ber-SNI.
“Memang SNI ini penting agar produk UMKM kami bisa bersaing secara global. Kami minta insentif kemudahan dan biaya yang murah untuk sertifikasi SNI,” tuturnya.
Kepala BSN Bambang Prasetya menuturkan, SNI akan berdampak pada promosi produk bermutu dan daya saing produk RI di pasar global.
Terlebih, saat ini Indonesia sudah memasuki era Revolusi Industri 4.0 di mana standardisasi menjadi penting untuk merespons kebutuhan era ini.
Pada era Revolusi Industri 4.0, sudah ada 223 SNI diterapkan, sedangkan untuk mendukung konsep Industri 5.0 nantinya, akan ada 504 SNI yang diterapkan.
Untuk itu, demi menjamin mutu, keselamatan, dan kemananan dalam menggunakan teknologi inovasi, penerapan SNI menjadi sangat penting. Seperti diketahui, SNI adalah satu-satunya standar yang berlaku secara nasional di Indonesia. Tanda SNI merupakan bukti bahwa produk telah memenuhi acuan yang dipersyaratkan dalam SNI.
Saat ini, pemerintah juga tengah gencar agar produk usaha mikro kecil (UMK) untuk memiliki sertifikat SNI. “UMK yang dibina BSN untuk difasilitasi sertifikasi SNI sejumlah 614 UMK saat ini.”