Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) Bea Meterai.
Untuk diketahui, UU Bea Meterai yang hingga saat ini digunakan adalah UU No. 13/1985 belum pernah mengalami perubahan hingga hari ini.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan dalam waktu 17 tahun yaitu mulai 2000 hingga 2017, produk domestik bruto (PDB) per kapita Indonesia meningkat 8 kali lipat dari Rp6,7 juta menjadi Rp51,9 juta.
Sementara itu, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat penerimaan dari 2001 hingga 2017 hanya meningkat 3,6 kali lipat dari Rp1,4 triliun menjadi Rp5,08 triliun.
"Seyogyanya korelasi pendapatan pajak dengan pendapatan per kapita adalah berjalan seiring. Hal ini menunjukkan masih ada potensi untuk meningkatkan penerimaan bea meterai yang dirasa bisa dilakukan tanpa memberatkan masyarakat," ujar Menkeu, Rabu (3/7/2019).
Selama ini, tarif bea meterai yang dikenakan hanya senilai Rp6.000 dan Rp3.000 dan sudah tidak dapat ditingkatkan lagi karena batasan UU No. 13/1985.
Melalui UU tersebut, kenaikan bea meterai dibatasi sebanyak enam kali dan pemerintah pun telah enam kali meningkatkan tarif bea meterai.
Dalam RUU Bea Meterai, pemerintah mengusulkan kenaikan sekaligus simplifikasi bea meterai menjadi satu tarif saja yaitu sebesar Rp10.000.
Penyesuian dari tarif bea meterai kedepannya dapat diatur melalui peraturan pemerintah (PP).
Meski tarif bea meterai ditingkatkan, batasan pengenaan bea meterai juga ditingkatkan menjadi Rp5 juta.
Dalam UU No. 13/1985, dokumen dengan nilai Rp250.000 hingga Rp1 juta dikenakan tarif bea meterai senilai Rp3.000, sedangkan dokumen dengan nilai Rp1 juta rupiah dikenakan tarif bea meterai Rp6.000.
Selain itu, perubahan signifikan lain adalah dimasukkannya dokumen digital sebagai objek bea meterai sehingga dokumen digital non-kertas bisa dikenakan bea meterai.