Bisnis.com, JAKARTA—Pelaku usaha karang hias atau koral meminta waktu transisi untuk beralih ke arah budi daya seiring dengan hasil kajian bahwa yang boleh diperdagangkan hanya koral transplantasi .
Selama masa transisi itu, koral hasil alam diharapkan bisa diperdagangkan. “Berapa lamanya kami ikut kebijakan pemerintah saja, bukan dalam kapasitas kami untuk mengaturnya,” ujar Ketua Asosiasi Koral, Kerang, dan Ikan Hias Indonesia (AKKII), Dirga Adhi Putra Singkarru kepada Bisnis beberapa waktu lalu.
Selain itu, kajian faktual ilmiah dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pun menurutnya masih layak untuk dimanfaatkan. Dirga menerangkan kuota karang hias alam yang direkomendasikan oleh LIPI dan ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk 2019 adalah 565.050 potong. Jumlah ini hanya 0,0001% dari populasi karang hias di Indonesia.
Kuota karang hias alam yang diberikan itu pun terus menurun setiap tahun dari awalnya 824.550 potong pada 2008. Karang hias hasil budi daya nyatanya dikembangkan dengan teknik yang ramah lingkungan dan tidak membebani ekosistem.
Dalam kajian LIPI pada tahun lalu, disebutkan bahwa meningkatnya prosentase terumbu karang kategori jelek lebih banyak disebabkan oleh faktor alami seperti perubahan iklim yang mengakibatkan coral bleaching (pemutihan karang), dan hama/penyakit. Faktor antropogenik seperti sedimentasi, pencemaran dan eutrofikasi hingga pengeboman, serta pengambilan karang yang berlebihan juga berkontribusi pada penurunan tren.
Lebih lanjut, Dirga meminta pemerintah melakukan edukasi dan penetrasi pasar ekspor budi daya koral untuk melawan negara kompetitor seperti Malaysia dan Australia yang hanya berorientasi 100% dari alam, karena tidak ada kewajiban dari pemerintahnya untuk melaksanakan kegiatan budi.
“Lalu, mengubah investasi pelaku usaha menjadi pemanfaatan dari budi daya 100% memerlukan modal yang sangat besar,” tambah Dirga.
Setidaknya dengan sinyal positif koral diperdagangkan kembali walaupun hasil transplantasi, pekerja yang di-PHK selama dua tahun ini akibat industri koral mati, bisa dipekerjakan kembali. Sebelumnya Dirga menyebut setidaknya sekitar 90% dari 12.000 KK industri koral dirumahkan akibat larangan perdagangan karang hias ini yang diinstruksikan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Sebelum dihentikan, nilai ekspor koral rata-rata mencapai Rp1 triliun per tahun yang 70% masih didominasi dari hasil alam.
Kendati demikian, Dirga tetap menunggu pengumuman resmi dari pemerintah terkait kebijakan ini. Adapun jika nantinya yang diperdagangkan hanya koral hasil transplantasi, katanya tetap memberikan dampak bagi para nelayan dan masyarakat pesisir secara luas yang masih ketergantungan terhadap pemanfaatan koral dari alam.