Bisnis.com, JAKARTA – Meningkatnya kasus positif Covid-19 di Indonesia yang diiringi dengan diberlakukannya kembali PSBB pada Agustus lalu menyebabkan Indonesia kembali mengalami deflasi. Berdasarkan data dari Bappenas, Produk Domestik Bruto (PDB) di triwulan kedua mengalami kontraksi sebesar -5,32% secara tahunan.
Kontraksi dan perlambatan ekonomi juga terjadi pada triwulan kedua 2020, ditandai dengan angka pertumbuhan ekonomi dan inflasi yang rendah, peningkatan defisit fiskal, angka hutang yang melonjak naik, serta eskalasi geopolitik di berbagai negara. Meski demikian, pasar masih optimis akan pemulihan ekonomi pada triwulan selanjutnya.
Managing Director and Chief Economist Group Research, DBS Bank Taimur Baig mengatakan bahwa beberapa faktor akan sangat menentukan daya tahan dan kekuatan pemulihan. Termasuk penyempurnaan siklus perdagangan, fiskal berkelanjutan dan akomodasi moneter.
“Koordinasi regional untuk membuka kembali perjalanan dan pariwisata, dan mempertahankan praktik terbaik dalam pengelolaan pandemi akan menjadi kunci untuk memastikan pemulihan yang berkelanjutan,” ujarnya, dalam rilis yang diterima Bisnis, Jumat (16/10/2020).
Prospek perdagangan di Asia menurutnya tampak telah membaik seiring dengan dimulainya kembali rantai perdagangan, yang ditunjukkan dengan terjadinya peningkatan permintaan di Tiongkok. Hal ini menunjukkan bahwa ekonomi di Asia perlahan telah kembali stabil.
Sementara itu, Senior Vice President, Economics & Strategy Research, DBS Bank, Radhika Rao mengatakan bahwa di tengah berbagai tantangan, terdapat tanda-tanda bahwa ekonomi di Asia mulai bangkit kembali.
Baca Juga
Hal ini seiring dengan keberhasilan dalam pengelolaan pandemi, seperti kembalinya demand di China, kebijakan moneter yang akomodatif, serta langkah-langkah fiskal yang besar dan tepat untuk mendukung pulihnya sektor konsumen, bisnis, dan sektor keuangan.
Meskipun demikian, Radhika berpendapat bahwa Indonesia masih akan menempuh proses yang panjang dalam hal pengelolaan pandemi dan pemulihan kehidupan masyarakat. Selain itu, dia juga melihat beberapa faktor lain, seperti dampak pandemi pada ekonomi, pengelolaan dana bantuan, objektivitas Bank Indonesia, Pasar Keuangan, dan faktor risiko lainnya.
“PDB negara diperkirakan akan meningkat 5,5% tahun depan, sedangkan defisit fiskal diprediksi akan tetap terkontraksi ke -5,5 persen dari sebelumnya di angka -6,3%,” tuturnya.
Selain itu, beberapa faktor lainnya yang menjadi risiko pemulihan bagi Indonesia adalah penundaan kembalinya aktivitas jika kasus positif Covid-19 tidak kunjung mereda, tingginya partisipasi dari investor asing di pasar utang dalam negeri, kesehatan fiskal dan tingkat hutang publik serta rasio cadangan devisa terhadap pembiayaan eksternal bruto yang relatif lebih kecil bila dibandingkan negara-negara lain di kawasan regional.