Bisnis.com, JAKARTA – Komisi IV DPR RI menyetujui usulan pemerintah untuk mengesahkan Protokol Pertama untuk Mengubah Persetujuan tentang Asean-Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP) melalui penerbitan Peraturan Presiden.
Opsi ini dipilih sebagai alternatif pengesahan aturan dalam bentuk undang-undang.
“Komisi IV DPR RI menyetujui Pengesahan Protokol Pertama untuk Mengubah Persetujuan tentang Kemitraan Ekonomi Menyeluruh antara Negara-Negara Anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara dan Jepang melalui mekanisme,” kata Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Mohamad Hekal dalam kesimpulan rapat kerja dengan Kementerian Perdagangan, Selasa (8/12/2020).
Protokol pertama yang mengubah AJCEP sendiri berisi bab-bab baru mengenai investasi, perdagangan jasa, dan pergerakan orang. Sebelumnya, kerja sama ekonomi ini hanya mencakup perdagangan barang antara negara-negara peserta.
Implementasi dari tambahan bab-bab baru tersebut telah dimulai sejak 1 Agustus 2020 menyusul rampungnya proses ratifikasi oleh Singapura, Thailand, Laos, Myanmar, Vietnam, Brunei Darussalam, dan Jepang.
Namun, Indonesia dan beberapa negara Asean lain belum bisa langsung mengeksekusi ketentuan baru ini karena proses ratifikasi yang belum selesai.
Selain sepakat melakukan ratifikasi lewat peraturan presiden alih-alih melalui perundang-undangan, Komisi IV DPR RI pun meminta Menteri Perdagangan Agus Suparmanto untuk menyampaikan aksi tindak lanjut setelah regulasi diterbitkan.
Kementerian Perdagangan pun diminta untuk berkoordinasi dengan kementerian lain untuk memastikan kapasitas dan kapabilitas sumber daya manusia Indonesia bisa berkompetisi dengan negara lain akibat disetujuinya perjanjian ini.
Sementara itu, anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Evita Nursanty berpendapat ratifikasi harus segera dilakukan agar Indonesia tidak tertinggal dalam meraih peluang perdagangan sektor jasa.
“Di sisi lain Jepang memang kekurangan tenaga kerja muda dan Indonesia punya SDM aktif berusia muda dalam jumlah besar. Jangan sampai kita kalah bersaing dari negara lain. Peluang ada tetapi bagaimana kualitas SDM kita?” kata Evita.
Dia pun meminta Kementerian Perdagangan melakukan koordinasi dengan stakeholder terkait demi menyiapkan tenaga kerja Indonesia yang terampil menghadapi implementasi perjanjian tersebut. Evita mencatat tenaga kerja Indonesia masih terhalang hambatan bahasa dan komunikasi dalam optimalisasi peluang pasar jasa di Jepang.