Bisnis.com, JAKARTA — Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri bidang Hubungan Internasional Shinta Kamdani mengatakan bahwa Indonesia belum memaksimalkan potensi ekspor ke negara-negara anggota European Free Trade Association (EFTA).
Oleh karena itu, potensi ekspor ke EFTA perlu ditingkatkan mengingat perjanjian perdagangan RI-EFTA Comprehensive Economic Free Trade Agreement (CEFTA) telah diratifikasi.
“Indonesia masih belum memaksimalkan potensi ekspor ke negara-negara EFTA, jadi ini para pengusaha juga perlu mengetahui dan mempelajarinya,” kata Shinta saat menghadiri seminar web bertajuk Sosialisasi Hasil Perundingan Perdagangan Internasional RI-EFTA CEPA di Jakarta, Senin (24/5/2021).
Shinta memaparkan terdapat beberapa potensi perdagangan produk Indonesia ke negara EFTA, antara lain dengan Swiss. Peluang ekspor RI tinggi untuk produk emas, kopi, sepatu, suku cadang kendaraan bermotor, dan pakaian jadi.
Ekspor RI ke Norwegia yang paling potensial adalah nikel yang telah diolah melalui smelter. Adapun total potensi ekspor Nikel ke Norwegia mencapai 118,9 juta dolar AS.
“Ini memang kesempatan yang besar untuk kita bisa mengekspor nikel ke Norwegia,” tukas Shinta.
Sementara itu, potensi ekspor produk RI ke Islandia yakni produk perikanan laut khususnya untuk produk udang, nilainya dapat mencapai 778 ribu dolar AS.
“Ini patut kita pelajari lebih detail, apakah yang bisa kita manfaatkan lebih banyak terhadap perjanjian ini,” tukas Shinta.
Terpisah, pelaku usaha industri sawit di Tanah Air mengatakan bahwa Indonesia tidak bisa langsung menggenjot ekspor minyak sawit dan turunannya ke negara-negara European Free Trade Association (EFTA) meski blok dagang tersebut telah memberi komitmen akses terhadap komoditas unggulan ekspor RI itu.
Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga mengatakan terdapat sejumlah kendala teknis yang menjadi hambatan masuknya produk kelapa sawit Indonesia. Di antaranya adalah soal syarat keberlanjutan untuk produk sawit yang berasal dari kebun rakyat dan level kontaminan yang dipersyaratkan kebanyakan negara Eropa.
“Peluang pasar di sana besar. Namun ekspor kita secara volume memang kecil. Dan meskipun mereka mengatakan kita bisa ekspor, tidak akan semudah itu,” kata Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga.