Bisnis.com, JAKARTA – Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) mengusulkan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 18/2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia lantaran beleid tersebut tidak secara jelas mengakomodir perlindungan bagi pelaut Indonesia yang bekerja di luar negeri.
President KPI Mathias Tambing menyampaikan bahwa Undang-Undang (UU) tersebut tersebut belum menyentuh substansi dalam memberikan perlindungan bagi pelaut Indonesia yang bekerja di luar negeri.
Dia mengatakan, pelaut merupakan salah satu pekerjaan yang memiliki tanggung jawab besar dan risiko tinggi, seperti kecelakaan kapal hingga tenggelam.
Untuk mencegah risiko itu, diperlukan kualifikasi pekerja sebagai pelaut yang lebih ketat dan pemberian perlindungan hukum bagi pelaut yang diatur secara komprehensif.
“Namun, dalam salah satu pasal di UU Nomor 18/2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia hanya disebutkan bahwa pelaut yang bekerja di luar negeri merupakan pekerja migran, tetapi tidak ada penjabaran lebih lanjut,” ujarnya melalui keterangannya, Minggu (26/9/2021).
Menurutnya, UU Nomor 18/2017 perlu diperkuat agar bisa mengakomodir perlindungan bagi Pelaut. Dia pun meminta beleid tersebut dibedah dan bila perlu diuji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan efektifitasnya.
Baca Juga
Dia menekankan, selama ini pelaut memiliki peran penting dan strategis sebagai penggerak kelancaran perpindahan orang dan barang, menjamin komoditas di dunia berjalan dengan aman, lancar, dan selamat sampai tujuan.
Oleh sebab itu, dia menilai bahwa pemerintah Indonesia perlu menyiapkan regulasi yang mumpuni dalam rangka memberikan perlindungan bagi para pelaut yang bekerja di kapal-kapal Internasional atau di luar negeri.
Apalagi, imbuhnya, Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah pelaut terbesar di dunia, dan sudah sepatutnya pemerintah terus berupaya melindungi pelautnya.
Mathias juga mengemukakan, ketentuan perundang-undangan nasional yang hingga kini dinilainya belum seimbang dan menimbulkan ketidakpastian hukum berdampak pada perlindungan pelaut Indonesia masih rendah dan belum sesuai standar internasional.
"Hal ini dibuktikan dengan berbagai permasalahan yang telah dialami pelaut, antara lain penipuan pekerjaan fiktif, upah tidak dibayar, dokumen palsu, hingga perbudakan di atas kapal,” jelasnya.
Berdasarkan data Kementerian Perhubungan (Kemenhub) total pelaut Indonesia mencapai 1,2 juta orang per Februari 2021. Para pelaut itu bekerja di kapal perikanan maupun niaga.
Bahkan, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi memperkirakan potensi penerimaan negara dari pelaut Indonesia di luar negeri mencapai sekitar Rp151,2 triliun setiap tahun.