Pembiayaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) pertanian menjadi isu strategis yang dibahas Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas beberapa waktu yang lalu. Presiden Jokowi melihat perlunya peningkatan pembiayaan di sektor pertanian untuk menjaga ketahanan pangan nasional di saat pandemi.
Hal ini sebagai bagian antisipasi dampak Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) sehingga mengganggu mobilitas masyarakat, termasuk tersendatnya budidaya dan distribusi pangan.
KUR pertanian berperan penting dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional. Menurut data Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian, realisasi KUR sektor pertanian per 15 Agustus 2021 sudah mencapai Rp47,1 triliun atau 67,29% dari target Rp70 triliun.
Perekonomian Indonesia kuartal II/2021 akhirnya berada pada laju tren positif 7,07% secara tahunan (BPS, 2021). Hal yang menarik ialah terkait potret kinerja gemilang lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan tumbuh 12,93%.
Perkembangan ini merupakan sinyal fundamental pertanian nasional yang cukup kuat, sehingga layak dinobatkan menjadi sektor pemenang di tengah pandemi Covid-19 dan diharapkan mampu menjadi mesin pertumbuhan ekonomi 2021 secara berkelanjutan.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat berdasarkan PDB kuartal II/2021 untuk sektor pertanian tumbuh positif sebesar 14,27%, melanjutkan tren sejak kuartal I hingga kuartal IV/2020, dan terus membaik serta konsisten terjaga memasuki kuartal I dan bahkan berlanjut kuartal IV/2021. Hal ini membuat sektor pertanian makin diharapkan sebagai katup penyelamat pemulihan ekonomi serta menjaga ketahanan pangan nasional.
Baca Juga
Keunggulan sektor pertanian saat ini bisa dilihat dari sejumlah indikator seperti nilai tukar petani (NTP), nilai tukar usaha petani (NTUP), ekspor produk pertanian, dan penyerapan tenaga yang cukup tinggi.
BPS mencatat NTP dan NTUP hingga Agustus 2021 meningkat dan menjadi di atas 100. Artinya petani mengalami surplus di mana harga produksi naik lebih besar dari kenaikan harga konsumsinya. Inilah indikator kesejahteraan petani subsektor tanaman pangan. Pendapatan petani naik lebih besar dari pengeluarannya. NTP dan NTUP di atas 100 tersebut secara konsisten sejak Oktober 2020 hingga Agustus 2021.
Selain itu, nilai ekspor pertanian periode Januari—Juli 2021 tumbuh positif, yakni 8,72% (YoY). Alhasil, total ekspor pada sektor pertanian secara keseluruhan pada periode tersebut mencapai US$2,24 miliar. Kenaikan terjadi setelah komoditas tanaman obat, aromatik, rempah, kopi dan sarang burung walet memberi andil besar dalam ekspor.
Sektor pertanian juga menyerap tenaga kerja informal yang cukup tinggi, di mana pada 2019 hanya sebesar 87,59%, dan naik 88,57% tahun berikutnya walaupun di satu sisi luas lahan panen berkurang dari 10,68 juta hektare (2019) menjadi 10,66 juta hektare (2020).
Dapat disimpulkan bahwa sektor pertanian masih mampu menyerap tenaga informal ketika sektor-sektor usaha formal mengalami kelesuan atau kebangkrutan sehingga terjadi PHK pegawai karena tekanan Covid-19.
Persoalannya ialah bagaimana menjaga agar sektor pertanian tangguh dalam menjaga ketahanan pangan nasional secara berkesinambungan. Menurut penulis, terdapat dua variabel utama yang harus dilakukan, yaitu, melalui ekspansi KUR di sektor pertanian dan digitalisasi ekosistem pertanian yang terintegrasi.
Pemerintah melalui kementerian/lembaga/instansi terus memperbaiki skema/model pertanian untuk mampu dinikmati petani. Saat ini skema/model kredit KUR Tani disesuaikan dengan model bisnis pertanian serta dengan memperhatikan alur dari ekosistem pertanian itu sendiri.
Sistem pengembalian pembiayaan dapat berupa bayar pascapanen untuk alternatif pengembalian pokok pembiayaan. Harapannya KUR tani yang mudah, murah, dan sederhana dapat mendorong pertanian nasional.
Kedua, dengan digitalisasi ekosistem pertanian dari hulu (on farm) hingga hilir (off farm) yang terintegrasi berjalan dengan baik. Penggunaan teknologi artificial intelligence, robot, internet of things, drone, blockchain dan analisa maha data dalam pertanian mutlak diperlukan. Digitalisasi ekosistem pertanian sendiri mencakup petani, peran pendampingan, lembaga pembiayaan, agregator, dan offtaker.
Ekosistem pertanian, dimulai dari lembaga pendampingan budidaya petani, baik dari kementan/lembaga/universitas, bertujuan membantu memberi penyuluhan cara bertani yang tepat guna dan presisi. Kemudian diberikan akses pembiayaan yang murah melalui KUR oleh lembaga bank maupun nonbank.
Selajutnya digitalisasi dalam ekosistem pertanian tersebut dikreasikan oleh agregator. Agregator yang berfungsi menghubungkan konsumen (end-user) dengan perusahaan yang memiliki jasa, produk, atau layanan tertentu (mekanisme platform digital). Terakhir, perlunya offtaker sebagai penjamin pembelian hasil panen petani.
Walhasil, melalui digitalisasi ekosistem pertanian tersebut diharapkan mampu menghasilkan produksi berskala besar dan massal, sehingga nilai ekonominya akan lebih tinggi. Manfaatnya akan kembali ke petani juga karena akan mendapatkan kesejahteraan lebih besar.
Semoga sektor pertanian mampu secara konsisten memenuhi ketahanan pangan nasional, yang ujungnya meningkatkan kesejahteraan petani.