Bisnis.com, JAKARTA – Industriawan berorientasi ekspor tidak mengkawatirkan soal potensi diberlakukannya standar keberlanjutan yang ketat untuk masuk ke pasar negara-negara Asoasiasi Perdagangan Bebas Eropa atau European Free Trade Association (EFTA). Sejumlah produk industri Indonesia bakal menikmati tarif 0 dengan implementasi IE-CEPA.
“Semua ekspor garmen dengan brand international sudah ada standarnya dan lolos compliance,” kata Wakil Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Anne Patricia Sutanto, Senin (1/11/2021).
Ekspor produk garmen dalam kode HS 61 dan 62 tercatat mencapai US$12,86 juta pada 2019 dan turun menjadi US$9,41 juta pada 2020. Adapun sepanjang Januari sampai Agustus 2021, ekspor produk garmen berjumlah US$6,36 juta.
“Adanya Indonesia-EFTA CEPA diharapkan menambah porsi ekspor tersebut,” kata Anne.
Hal senada disampaikan Direktur Eksektutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakrie. Dia mengatakan bahwa ekspor selalu dilakukan setelah memenuhi standar buyer.
“Kalau sudah lolos standar buyer biasanya tidak akan masalah di negara tujuan,” katanya.
Ekspor alas kaki pada 2020 tercatat berjumlah US$3,45 juta, tak banyak berubah dibandingkan dengan 2019 yang bernilai sama. Adapun pada Januari sampai Agustus 2021, ekspor alas kaki ke negara EFTA bernilai US$998.107.
“Secara prinsip dengan adanya Indonesia-EFTA CEPA akan bermanfaat bagi produk alas kaki karena ada preferensi tarif,” katanya.
Kepala Center of Industry, Trade, and Investment Indef Andry Satrio mengatakan standar keberlanjutan ketat yang diterapkan di negara-negara EFTA merupakan aksi yang berkembang di banyak destinasi ekspor. Produk ekspor Indonesia bisa memiliki nilai tambah jika pemerintah dan pelaku usaha menaruh perhatian lebih pada aspek lingkungan dan good governance dalam aktivitas produksi.
Dia mencatat banyak produk ekspor Indonesia yang bisa digenjot perdagangannya lewat IE-CEPA, selain ekspor ke Swiss yang sejauh ini mendominasi.
“Kalau disebut prospektif, ini pasar baru. Masih ada potensi yang bisa dikembangkan. Misalnya Norwegia. Meski kecil, ada ekspor alat elektronik dan komunikasi dari Indonesia,” katanya.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan Indonesia perlu lebih mengkesplorasi ekspor produk industri, di luar produk berbasis komoditas seperti minyak sawit mentah. Peningkatan ekspor produk industri seperti garmen dan alas kaki, menurutnya, bisa menambah pangsa di kawasan tersebut.
“Kita bisa mulai memetakan produk yang bernilai tambah dan berpeluang menggeser posisi pesaing-pesaing negara lain dengan memanfaatkan CEPA,” katanya.