Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah perlu mewaspadai dampak pengetatan kebijakan fiskal dan moneter terhadap pertumbuhan ekonomi 2022, setelah capaian pertumbuhan ekonomi 2021 berada di batas bawah target pemerintah yakni 3,69 persen.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal menjelaskan bahwa pada 2022 pemerintah akan mulai melakukan konsolidasi fiskal. Hal tersebut merupakan langkah mencapai defisit APBN di bawah 3 persen pada 2023.
Konsolidasi tersebut akan berkaitan dengan kondisi ekonomi yang relatif lebih baik pada tahun ini, sehingga pemerintah akan melakukan pengetatan kebijakan fiskal, begitupun bank sentral yang memperketat kebijakan moneter. Menurut Faisal, hal tersebut perlu diwaspadai pada 2022.
"Kebijakan fiskal dan moneter dikhawatirkan akan lebih ketat, dan arahnya sudah kelihatan. Kalau fiskal ini di APBN 2022 yang sudah disahkan berbagai macam stimulus sudah mulai dikurangi. Di pajak, penerimaan pemerintah sudah mulai digenjot pada 2022, artinya sudah lebih ketat," ujar Faisal kepada Bisnis, Senin (7/2/2022).
Menurutnya, pengetatan kebijakan fiskal berdampak kepada berkurangnya bantuan sosial dan anggaran kesehatan, meskipun pandemi Covid-19 masih terjadi. Faisal mengkhawatirkan ada dampak penyebaran Covid-19, terutama varian baru yang tidak tertangani maksimal ketika daya dorong fiskal melemah.
Dari sisi moneter, Core Indonesia menilai bahwa kekhawatiran dapat berasal dari faktor-faktor eksternal, seperti kenaikan federal fund rate atau kebijakan ekonomi China. Kebijakan moneter oleh Bank Indonesia pun akan mempertimbangkan kondisi eksternal tersebut.
Baca Juga
"Hal tersebut biasanya akan diikuti oleh kebijakan Bank Indonesia yang menaikkan tingkat suku bunga, sehingga kebijakan moneter juga menjadi lebih ketat," ujarnya.
Menurut Faisal, pengetatan kebijakan fiskal yang moneter dapat berkontribusi terhadap perlambatan ekonomi 2022, oleh karena itu pemerintah perlu memperhatikannya dengan cermat. Tahun ini dapat menjadi momentum yang baik untuk membentuk perekonomian yang lebih solid setelah terdampak pandemi Covid-19.
Dengan penyebaran omicron, kondisi global yg kurang favorable, dan pengetatan fiskal dan moneter, saya kira sukar untuk kembali ke level pra pandemi di tahun ini