Sempat Bergabung dengan Garuda
Tahun 1978, keluar PP, yang mengubah riwayat Merpati, yaitu PP Nomor 30/1978. Dalam PP itu, intinya mengharuskan Merpati mengalihkan modal ke Garuda Indonesia. Merpati yang menjadi anak perusahaan Garuda, tetap menjalankan penerbangan perintis, lintas batas, transmigrasi, borongan wisatawan, dan angkutan benda/barang, serta usaha-usaha lainnya. Pola operasi Merpati memang menyelenggarakan penerbangan pada semua jaraingan penerbangan dalam negeri, secara terpadu dan saling mengisi dengan Garuda.
Merpati diputuskan sebagai pendukung operasi penerbangan Garuda di tingkat domestik. Sejumlah armada Garuda pun dialihkan kepada Merpati, antara lain, enam F-28 Mk.3000, 22 F-28 Mk. 4000, dan sembilan DC-9.
Rencana pemisahan kembali dengan Garuda memang menimbulkan banyak masalah yang menghambat operasi Merpati. Sebab hal itu membuat Garuda dan Merpati berlomba di pasar yang sama.
Permasalahan yang terjadi saling berkaitan antara satu dengan yang lain. Misalnya, penyewaan pesawat yang penuh manipulasi, sewa pesawat yang tidak layak, dan berbagai kelainan lainnya.
Menjelang pemisahan dengan Garuda, Merpati harus makin mengefisienkan diri dan memperbaiki kinerja perusahaan. Namun hal itu belum bisa memecahkan masalah permodalan dan restrukturisasi. Kerugian pun makin membengkak sampai Rp135 miliar dengan penurunan kinerja pelayanan yang seringkali mengecewakan para pelanggannya.
Pada masa itu, Merpati dengan berani mendatangkan A310 dan A300-600 untuk menjelajah rute internasional ke Australia. Penerbangan ini membukukan utang yang tak sedikit. Belum lagi masalah pesawat ATP yang tak lagi laik terbang sehingga grounded, walau tetap harus membayar sewa. Ada lagi Tristar, untuk menggantikan A310, dan kemudian BAe-146-100, yang operasinya hanya "sekejap".
Kerugian Merpati pada semester I/1997 mencapai Rp40,1 miliar. Makin terpuruk pada semester II/1997, saat krisis mulai melanda. Hutang Merpati pun menjadi semakin akbar dari asetnya.
Dengan kondisi itu, Merpati mulai membenahi kinerja operasinya seperti tingkat keselamatan penerbangan makin tinggi dan OTP (On Time Performance) secara perlahan merambat naik.
Namun, tantangan dan ancaman makin kompleks. Di luar, persaingan makin sempit. Selain muncul bersambung airlines swasta yang baru, Garuda pun makin menancapkan keberadaannya di domestik. Banyak karyawannya mencapai 4.300 orang dengan 600 pilot, tapi hanya mengoperasikan 35 pesawat.