Bisnis.com, JAKARTA — Center of Reform on Economics atau CORE Indonesia menilai bahwa keputusan Bank Indonesia (BI) dalam menahan suku bunga acuan 3,5 persen merupakan langkah untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi. Namun, kebijakan itu pun berpotensi memicu aliran modal ke luar (capital outflow).
Ekonom senior dan Direktur Riset Core Indonesia Piter Abdullah Redjalam mengapresiasi langkah Bank Indonesia (BI) mempertahankan suku bunga acuan di tengah gejolak global.
"Dengan suku bunga yang tetap rendah, konsumsi dan investasi diharapkan tetap tumbuh tinggi, memanfaatkan momentum mobilitas masyarakat yang berangsur normal," ujar Piter kepada Bisnis, Kamis (21/7/2022).
Menurutnya, BI ingin momentum pemulihan ekonomi terus terjadi sehingga suku bunga yang rendah dapat mendorong akitivitas perekonomian. Meskipun begitu, dia tak memungkiri bahwa terdapat kerugian dari kebijakan menjaga suku bunga acuan.
"Kondisi itu berpotensi memicu aliran modal ke luar karena selisih suku bunga acuan dengan suku bunga luar negeri semakin sempit," imbuhnya.
Piter mengkhawatirkan dampak itu bisa berujung kepada pelemahan rupiah. Sejak awal 2022, kata dia, nilai tukar rupiah mengalami pelemahan dan masih bergerak di kisaran 15.000.
Baca Juga
Menurutnya, BI tampak sudah memperhitungkan dampak-dampak dari kebijakannya, terbukti bahwa bank sentral tetap mempertahankan suku bunga rendah setelah The Fed menaikkan suku bunga di Amerika Serikat. Memang terjadi pelemahan rupiah, tetapi menurut Piter hal tersebut relatif masih terukur.
"Saya kira itu yang menjadi pertimbangan BI sehinga cukup percaya diri mampu mengelola nilai tukar, walaupun suku bunga acuan tetap tidak naik. Semoga perhitungan BI tidak keliru," ujar Piter.