Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan bank sentral sangat mewaspadai efek stagflasi dunia, khususnya pada stabilitas pasar keuangan di Indonesia.
"Yang kami koordinasikan mencegah terjadinya stagflasi. esensinya itu. Setelah koordinasi kebijakan moneter dan fiskal, KSSK menjadi penting bagaimana mencegah risiko terjadinya stagflasi [yang merupakan] dampak dari global," ujarnya.
Seperti diketahui, Bank Indonesia memutuskan untuk menahan suku bunga acuan atau BI-7DRRR di level 3,5 persen per Juli 2022. Level suku bunga BI tersebut bergeming selama 17 bulan berturut-turut.
Sejalan dengan keputusan tersebut, BI menetapkan suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75 persen, dan suku bunga Lending Facility 4,25 sebesar persen.
Perry Warjiyo blak-blakan soal kapan bank sentral bakal menaikkan suku bunga acuan atau BI-7 Days Reverse Repo Rate (BI-7DRRR).
Menurutnya, kebijakan moneter suatu negara khususnya Indonesia didasari pada pertumbuhan inflasi inti dan ekonomi, meskipun turut mempertimbangkan kenaikan suku bunga The Fed atau Fed Fund Rate (FFR).
Kendati demikian, dia menuturkan dasar utama kebijakan suku bunga didasarkan perkiraan inflasi inti ke depan dan keseimbangan pertumbuhan ekonomi.
"Dengan demikian, tidak otomatis kalau suku bunga negara lain naik dan BI juga harus naik. Semuanya tergantung kondisi dalam negeri," ucapnya.
Kedua, dia menatakan kebijakan suku bunga untuk inflasi inti pada bulan ini masih rendah, yakni 2,86 persen pada Juli 2022 atau masih di bawah perkiraan BI.
Dengan mempertimbangkan inflasi inti yang masih rendah dan pertumbuhan ekonomi yang kian meningkat meskipun belum pulih sepenuhnya, Perry menilai hal itu perlu dijaga dengan tidak menaikkan suku bunga acuan.
Ketiga, kebijakan moneter bukan hanya kebijakan suku bunga. Instrumen lainnya yaitu suku bunga, stabilitas nilai tukar, dan mengelola likuiditas. Dia menuturkan seluruh dunia tengah mengalami pelemahan nilai tukar. Karena itu, BI tidak segan-segan untuk melakukan stabilisasi nilai tukar, melindungi ekonomi, dan inflasi dari tekanan dolar AS dan gejolak ekonomi global.
"Kami intervensi dan karenanya nilai tukar depresiasinya lebih rendah dari negara lain. Kami stabilitas ini sebagai bagian pengendalian inflasi," ungkapnya.