Bisnis.com, JAKARTA — Pada hari Selasa, Ernst & Young (EY) yakni salah satu kantor akuntan Big Four membatalkan rencana melepaskan unit usahanya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya EY berniat untuk melepaskan bisnis konsultasi dan sebagian besar praktik perpajakannya menjadi perusahaan publik yang berdiri sendiri. Rencana ini disebut sebagai Proyek Everest.
Proyek Everest pada tahun ini mendapatkan penolakan keras dari mitra berpengaruh di AS. Para mitra bertengkar tentang masalah-masalah pokok, contohnya seperti bagaimana membagi praktik pajak.
Pihak EY sendiri juga mengatakan kepada mitranya bahwa rencana pemisahan akhirnya mungkin dapat terjadi. Akan tetapi, untuk mewujudkannya perlu membutuhkan lebih banyak waktu dan investasi.
Kemitraan, yang mendefinisikan sebagian besar perusahaan jasa profesional termasuk McKinsey & Co., adalah nilai jual bagi klien dan karyawan berdasarkan pemikiran bahwa kepentingan mitra sejajar dengan kepentingan perusahaan.Akan tetapi perubahan besar dan strategis, dengan potensi pembayaran jutaan dolar, dapat dengan cepat mengubah keseimbangan itu.
Kemudian EY sendiri juga tidak menanggapi permintaan komentar dari Bloomberg.
Baca Juga
Berdasarkan pemberitaan dari Bloomberg (12/4/2023) bisnis EY di AS akan memulai penghematan biaya sebesar US$500 juta selama 12 bulan, atau setara dengan Rp7,4 triliun.
EY untuk saat ini juga akan fokus membebaskan modal untuk investasi dan mengejar reformasi tata kelola yang telah ditunda.
Kemudian, rencana perpisahan EY membutuhkan persetujuan dari lebih dari 13.000 mitranya dalam pemungutan suara negara demi negara.
Karakteristik yang menentukan dari kemitraan adalah bahwa semua mitra adalah sama, tetapi itu bisa menjadi kelemahan pada saat perbedaan pendapat.
Mitra di AS, lengan terbesar EY, memiliki pengaruh yang sangat besar dan dijadwalkan menjadi yang pertama memberikan suara.
Di lain sisi, mengutip dari Bloomberg, saingan Big Four lainnya seperti PwC, Deloitte, dan KPMG sebelumnya mengatakan mereka tidak memiliki rencana untuk mereplikasi rencana EY.
“Semua orang di industri kami tahu bahwa pemisahan EY yang diusulkan akan menjadi operasi kompleks yang tidak akan pernah mudah, jadi tidak mengherankan jika rencana tersebut ditunda untuk saat ini,” ucap CEO Baker Tilly International, Francesca Lagerberg seperti dikutip dari Bloomberg.