Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintahan Kepulauan Riau memastikan babi hidup yang di ekspor ke Singapura telah terinfeksi virus flu babi Afrika. Negeri Singa tersebut memutuskan untuk setop impor babi hidup asal Indonesia.
Pemerintah setempat menguji sampel babi dari peternakan di Pulau Bulan, Batam, Kepulauan Riau, usai babi hidup yang dikirim ke Singapura ditemukan terinfeksi virus tersebut
Pejabat di Provinsi Kepulauan Riau Honismandri menyampaikan, virus itu ditemukan pada bangkai babi pada April 2023 di sebuah rumah potong hewan di Jurong, di mana hewan itu disembelih untuk dimakan.
“Babi-babi itu kemungkinan telah terinfeksi oleh virus demam babi Afrika jenis baru karena gejala klinis mereka sedikit berbeda dari yang ditemukan pada kasus sebelumnya di Sumatra Utara dan wilayah Indonesia lainnya,” katanya, melansir The Straits Times, Kamis (4/5/2023).
Dia menuturkan, babi yang terinfeksi itu tak mengalami diare atau pendarahan. Hewan ini kemungkinan telah terinfeksi oleh babi hutan atau burung gagak yang bermigrasi dari pulau lain di dekatnya.
Atas temuan itu, Singapura menghentikan impor babi hidup dari Pulau Bulan.
Baca Juga
Lebih lanjut disampaikan Honismandri, peternakan sudah ditutup dan semua pengiriman babi hidup dan daging sapi segar dari pulau Bulan ditangguhkan sejak 21 April. Sejumlah langkah pengetatan telah diperketat di pulau itu dan pergerakan orang serta barang dibatasi.
“Babi yang terinfeksi dan yang dipelihara di kandang yang sama telah dimusnahkan. Setengah dari 70.000 babi di peternakan Pulau Bulan saat ini diisolasi untuk mencegah infeksi lebih lanjut,” jelasnya.
Perlu diketahui, kolera babi dan demam babi Afrika memiliki gejala yang sama dan bisa menyebabkan kematian pada babi. Namun sayangnya, belum ada vaksin untuk melawan virus demam babi Afrika. Meski tak menginfeksi manusia, virus ini sangat menular di antara babi hutan dan babi.
Honismandri memperkirakan, perlu waktu lama untuk melanjutkan produksi dan ekspor babi. Kemungkinan, membutuhkan waktu beberapa bulan untuk membawa pasokan ternak baru dan mengembalikan tingkat produksi ke normal.
“Jika peternakan bersih dalam enam bulan dan mereka kemudian mengisi kembali, atau jika babi yang ada berkembang biak dalam dua bulan, mereka dapat melanjutkan produksi dan mengekspor dalam waktu kurang dari setahun,” pungkasnya.