Bisnis.com, JAKARTA - Gabungan Usaha Peternakan Babi Indonesia (GUPBI) Bali meminta pemerintah khususnya Kementerian Pertanian (Kementan) untuk memberikan perhatian serius terhadap kasus African Swine Fever (ASF) atau demam babi Afrika di Indonesia.
Ketua GUPBI Bali, I Ketut Hari Suyasa, menyampaikan, kebutuhan daging babi di Indonesia cukup besar sehingga jika produksi dalam negeri jatuh dan menurun, maka akan berbahaya dan memicu kepanikan konsumsi.
“Jika kemudian produksi kita terlalu jatuh dan menurun, ini akan berbahaya dan juga terjadi kepanikan konsumsi. Karena kalau kita lihat ada beberapa wilayah yang terdampak ASF yang mana [virus ini] tidak ada obat, tidak ada vaksin,” kata Ketut kepada Bisnis, Senin (8/5/2023).
Melihat kekhawatiran tersebut, dia meminta Kementan untuk berkonsentrasi terhadap penyebaran, penanggulangan dan antisipasi virus demam babi Afrika.
Virus demam babi Afrika bukanlah kasus baru di Indonesia. Kasus virus demam babi Afrika pertama kali teridentifikasi di Medan, Sumatra Utara pada 2019 lalu yang kemudian menyebar ke sejumlah wilayah di Indonesia seperti NTT, Bali, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi.
Kasus menjadi heboh saat virus ditemukan di Pulau Bulan, Batam, Kepulauan Riau pada April lalu. Pasalnya, Pulau Bulan menjadi satu-satunya wilayah yang mengirimkan babi hidup ke luar Indonesia.
Baca Juga
Hari mengungkapkan, wilayah lain dapat belajar dari Bali dalam hal menanggulangi virus tersebut. Kala itu, pihaknya memberikan sosialisasi terkait biosecurity kepada masyarakat Bali. Untungnya, sosialisasi tersebut diterapkan dengan baik oleh masyarakat sehingga populasi babi di wilayah Bali bisa pulih kembali meski masih ada sejumlah kasus di beberapa wilayahnya.
“Saya harap dinas pertanian atau peternakan atau pemerintah pusat untuk menerapkan hal yang sama ke wilayah lain,” ujarnya.