Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mimpi Swasembada Energi & Tantangan Berat Kejar Target Lifting 2026

Pemerintahan Prabowo Subianto mengerek target lifting minyak ke level 610.000 bopd pada 2026. Namun, target ini dinilai cukup berat dan menantang untuk dicapai
Ilustrasi kilang minyak lepas pantai / Kementerian ESDM
Ilustrasi kilang minyak lepas pantai / Kementerian ESDM

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto mengerek target lifting minyak pada tahun depan sebagai salah satu strategi untuk mencapai swasembada energi dan memperkuat ketahanan energi jangka panjang. Namun, naiknya target lifting ke level 610.000 barel per hari (bopd) pada tahun depan dinilai cukup ambisius. 

Target yang dipatok dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 itu naik dibandingkan target APBN 2025 sebesar 605.000 bopd. Sementara itu, lifting minyak hingga akhir 2025 diperkirakan hanya mencapai 593.000-597.000 bopd. 

Untuk lifting gas bumi ditargetkan mencapai 984.000 barel setara minyak per hari (boepd) dalam RAPBN 2026. Berbeda dengan lifting minyak, target lifting gas pada 2026 itu turun dibandingkan APBN 2025 yang sebesar 1,005 juta boepd.

"Lifting minyak 610.000 barel per hari, lifting gas 984.000 barel setara minyak," dipaparkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers RAPBN dan Nota Keuangan 2026 pada pekan lalu.

Mengutip Buku II Nota Keuangan beserta RAPBN 2026, pemerintah menyiapkan sejumlah strategi untuk menggenjot lifting dan mendorong investasi sektor migas.

Pertama, memanfaatkan sumur-sumur migas yang sudah tidak aktif memproduksi tetapi belum secara resmi ditutup atau idle well. Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukkan terdapat 16.990 sumur idle dari sekitar 40.000 sumur migas, yang mana sekitar 4.495 sumur idle dapat dioperasikan kembali (reaktivasi).

Kedua, optimasi sumur-sumur produktif dengan teknologi baru seperti enhanced oil recovery (EOR). Ketiga, mengeksplorasi cadangan minyak baru. Indonesia memiliki cadangan minyak bumi terbukti sekitar 2,41 miliar barel dan 35,3 trillion cubic feet (Tcf) gas.

Selain itu, pemerintah juga memberikan fasilitas nonperpajakan seperti perbaikan kontrak migas, misalnya dengan model baru gross split dengan bagi hasil untuk kontraktor mencapai 45-50%. 

Target Lifting Minyak Sering Meleset

Berdasarkan catatan Bisnis, target lifting minyak dan gas (migas) selalu naik dalam 5 tahun terakhir. Namun, dalam pelaksanaannya, target itu lebih sering tak tercapai.

Sepanjang, 2020 hingga 2024, target lifting minyak hanya satu kali tercapai yakni pada 2020. Perinciannya, target lifting migas dalam APBN 2020 ditetapkan sebesar 1,697 juta barel setara minyak per hari (boepd). Target ini terdiri atas target lifting minyak sebesar 705.000 bopd dan gas sebesar 992.000 boepd.

Sementara itu, realisasi lifting migas pada 2020 hanya mencapai 1,682 juta boepd. Angka ini hanya mencapai 99,1% dari target APBN. Perinciannya, realisasi lifting minyak mencapai 707.000 bopd atau 100,1% dari target dan gas 975.000 boepd atau 98% dari target.

Target lifting migas kemudian naik dalam APBN 2021, yakni menjadi sebesar 1,712 juta boepd. Target ini terdiri atas lifting minyak sebesar 705.000 bopd dan lifting gas 1,007 juta boepd.

Sementara itu, realisasi lifting migas pada 2021 secara total 1,636 juta boepd atau 96% dari target di atas. Lebih terperinci, lifting minyak mencapai 658.000 bopd atau 94% dari target dan gas 978.000 boepd atau 99% dari target.

Pada 2022, target lifting migas pada APBN kembali naik menjadi 1,739 juta boepd. Target ini terdiri atas minyak sebanyak 703.000 bopd dan gas 1.036.000 boepd.

Namun, realisasinya secara total hanya mencapai 1,551 juta–1,567 juta boepd, atau sekitar 88%–90% dari target. Perinciannya, lifting minyak mencapai 612.300 bopd atau 87% dari target dan gas 955.000 boepd atau 90% dari target.

Selanjutnya, pada APBN 2023, target lifting migas naik lagi menjadi 1,760 juta boepd. Target ini terdiri atas minyak bumi sebesar 660.000 bopd dan gas 1,100 juta boepd.

Adapun, realisasi lifting migas secara total pada tahun tersebut mencapai 1,565 juta boepd atau 88,9% dari target. Lebih terperinci, realisasi lifting minyak mencapai 605.500 bopd atau 91,7% dari target dan gas 964.000 boepd atau 87,6% dari target.

Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, target lifting migas secara total turun pada 2024 menjadi 1,668 juta boepd. Target ini terdiri atas minyak sebesar 635.000 bopd dan gas 1,033 juta boepd.

Realisasi lifting migas pada 2024 tercatat mencapai 1,606 juta boepd atau 96,4% dari target. Perinciannya, lifting minyak mencapai 579.700 bopd atau 91,3% dari target dan gas 1,120 juta boepd atau sekitar 99% dari target.

Adapun, per Juni 2025, realisasi lifting minyak baru mencapai 578.000 bopd. Realisasi tersebut baru mencapai 95,5% dari target lifting minyak dalam APBN 2025 yang sebesar 605.000 bopd.

Lalu, realisasi lifting gas hingga Juni 2025 tercatat mencapai 979.100 boepd atau baru mencapai 97,4% dari target APBN 2025 sebesar 1,005 juta boepd. 

Target Lifting 2026 Cukup Berat

Praktisi Migas Hadi Ismoyo menilai target lifting minyak sebesar 610.000 bopd pada 2026 cukup berat. Menurutnya, mempertahankan pagu lifting minyak untuk 2025 yang sebesar 605.000 bopd saja sudah bagus.

"Menurut saya target lifting minyak 610.000 bopd 2026 cukup berat. Mengingat 2026 hanya kegiatan OPL [optimasi produksi lapangan] yang banyak, tidak ada new PoD [plan of development] oil yang besar kategori giant discovery, seperti Blok Cepu," ucap Hadi kepada Bisnis, Senin (18/8/2025).

Mantan sekjen Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) itu menjelaskan, decline rate (tingkat penurunan) rata-rata lapangan di Indonesia sekitar 5% hingga 7% setahun. Artinya, setiap tahun lifting minyak akan berkurang sekitar 25.000 hingga 30.000 bopd.

Kurangnya lifting tersebut harus diantisipasi dengan kegiatan workover, infill, enhanced oil recovery (EOR), dan rencana pengembangan lapangan baru. Di sisi lain, sekitar 70% lapangan migas di RI adalah mature field atau lapangan tua dengan tingkat water cut 70% sampai 95%.

"Sangat sulit mengejar target yang ambisius. Target ambisius hanya bisa terealisasi jika ada new PoD yang merupakan development giant discovery," imbuh Hadi.

Jalan Pintas Kerek Lifting Demi Swasembada Energi

Menurut Hadi, Prabowo dan jajarannya mungkin saja menggunakan jalan pintas demi mengerek lifting minyak. Jalan pintas itu adalah dengan memerintahkan PT Pertamina (Persero) untuk mengakuisisi lapangan-lapangan minyak produktif di luar negeri. Namun, hal itu membutuhkan biaya jumbo.

"Ujung-ujungnya ya mirip impor minyak dari luar negeri walau itu minyak bumi Pertamina. Namun, bukan real produksi minyak bumi dari Bumi Pertiwi," kata Hadi.

Kendati demikian, dia menilai selama pemerintah memiliki dana, upaya swasembada energi dengan jalan pintas itu bisa saja terjadi.

"Sepanjang duitnya ada atau diadakan dengan back up Danantara, misalnya, ambisi swasembada energi model jalan pintas tersebut bisa saja terjadi," ucapnya.

Namun, Hadi tetap pesimistis swasembada energi bisa tercapai dalam waktu dekat. Dia memberikan simulasi terkait pencapaian swasembada energi itu.

Menurutnya, untuk mencapai swasembada, Indonesia memerlukan sekitar 2 juta kiloliter BBM per hari. Untuk mencapai itu, menurut Hadi, ada tiga hal yang perlu dilakukan.

Pertama, eksplorasi migas yang masif dan agresif untuk mendapatkan penemuan lapangan migas skala besar (giant discovery) yang dapat menghasilkan 1,5 juta bopd minyak bumi. Dengan rendemen sekitar 70%, akan menghasilkan 1,05 juta barel BBM.

Kedua, BPI Danantara dan Pertamina diberi penugasan untuk melakukan eksplorasi masif di 60 cekungan belum tereksplorasi di Indonesia atas nama ketahanan energi dalam konteks mendukung ketahanan nasional.

"Road map ini bisa meniru Guyana. Dalam 15 tahun program eksplorasi, dengan 30 explorations wells, 6 discovery field oil dan produksi tahun 2027 [bisa mencapai] 1,2 juta bopd," sambung Hadi.

Ketiga, konversi 1 juta BBM per hari melalui konversi BBM ke gas dan BBM ke listrik serta biofuel.

Indonesia Oil and Gas 4.0 Jadi Keniscayaan

Senada, Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Yayan Satyakti menilai target lifting minyak pada 2026 terlalu tinggi. Menurutnya target itu hanya bisa tercapai jika ada akselerasi investasi migas.

"Target lifting migas itu sebetulnya terlalu tinggi, tetapi itu mungkin dengan adanya akselerasi investasi migas yang dikejar saat ini mudah-mudahan berhasil. Walaupun memang effort-nya harus serius," tutur Yayan.

Oleh karena itu, Yayan berpendapat pemerintah perlu menjalankan concrete action Indonesia Oil and Gas 4.0 (IOG 4.0) agar target tersebut tercapai.

Menurutnya, langkah itu perlu dilakukan dengan mempertahankan dan meningkatkan nilai aset yang ada. Lalu, mengubah konversi sumber daya yang ditemukan menjadi produksi.

Kemudian, meningkatkan faktor perolehan melalui EOR, membuka potensi eksplorasi, dengan fokus pada giant discoveries, dan menerapkan program peningkatan daya saing pemasok nasional.

Selanjutnya, menerapkan inisiatif dekomisioning dan rendah karbon, merangkul digitalisasi di seluruh rantai nilai, mengadopsi teknologi canggih, mengembangkan model investasi dan komersialisasi yang inovatif, serta meningkatkan peran dan kapabilitas SKK Migas sebagai regulator dan enabler.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro