Bisnis.com, JAKARTA - Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 3, Mahfud MD menyebut bahwa implementasi aturan tax amnesty atau pengampunan pajak tidak memberikan hasil yang jelas kepada negara.
Hal itu disampaikan Mahfud kepada Cawapres Nomor Urut 2 Gibran Rakabuming Raka yang berencana untuk mengerek tax ratio atau rasio pajak ke angka 23%. Pasalnya, saat ini saja tax ratio terhadap produk domestik bruto (PDB) baru mencapai 10,39%.
“Untuk menaikkan pajak. Hati-hati loh, rakyat sensitif kalau pajak dinaikkan, kita sudah berkali-kali kami tawarkan tax amnesty, tak jelas hasilnya,” tegas Mahfud dalam Debat Perdana Cawapres, Jumat (22/12/2023).
Adapun, tax amnesty berdasarkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2016 Pasal 1 ayat 1 tentang Pengampunan Pajak adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan. Caranya dengan mengungkap harta dan membayar uang tebusan sebagaimana diatur dalam UU tersebut.
Sejak Undang-Undang Penghapusan Pajak No. 11 Tahun 2016 disahkan Presiden Jokowi pada 1 Juli 2016, sederet nama konglomerat Tanah Air tercatat ikut program tax amnesty, di antaranya yakni Prajogo Pangestu, James Riady, hingga Dato Sri Tahir.
Berdasarkan catatan Bisnis, pada 29 September 2016, konglomerat pendiri Grup Barito Pacific Prajogo Pangestu hadir di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu), Jalan Gatot Subroto, Jakarta, untuk melaporkan Surat Pernyatan Harta (SPH) untuk mengikuti program amnesti pajak.
Baca Juga
"Kami sebagai wajib pajak merasa kebijaksanaan pemerintah kali ini tentang tax amnesty. Kami merasa sangat nyaman, aman. Tidak ada alasan untuk tidak mengungkapkan semua harta yang perlu diamnesti," ucap Prajogo kepada awak media, Kamis (29/9/2016).
Mengacu data terbaru Forbes per Desember 2023, harta Prajogo Pangestu melejit menjadi US$43,7 miliar atau sekitar Rp678 triliun, dari US$5,1 miliar pada 2022. Sumber cuan Prajogo berasal dari PT Barito Pacific Tbk. (BRPT), PT Barito Renewables Energy Tbk. (BREN), PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk. (CUAN), hingga PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. (TPIA).
Selanjutnya, James Riady, putra pendiri Lippo Group, Mochtar Riady, tiba di kantor pajak Jakarta pada Jumat, 2 September 2016 silam, untuk mengambil bagian dalam tax amnesty. Forbes mencatat kekayaan Mochtar Riady dan keluarga saat ini tembus US$1,4 miliar.
Kemudian, pendiri Grup Mayapada, Dato Sri Tahir, pada September 2016 juga menyerahkan dokumen kekayaannya ke DJP Kemenkeu untuk mendukung program tax amnesty. Laporan terbaru Forbes mencatat kekayaan Tahir dan keluarga tembus US$4,2 miliar.
Tak ketinggalan, Bos Grup Indofood Anthoni Salim juga mengikuti jejak para taipan lainnya untuk mengikuti program pengampunan pajak atau tax amnesty pada 30 September 2016. Anthoni Salim menjadi gong penutup konglomerat yang turut mengerek perolehan tax amnesty periode pertama.
Anthoni Salim dan keluarga juga masuk ke dalam jajaran orang terkaya RI versi Forbes dengan harta kekayaan US$10,3 miliar. Sumber kekayaan Grup Salim, di antaranya berasal dari PT Indofood Sukses Makmur Tbk. (INDF), PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. (ICBP), hingga PT Indomobil Sukses Internasional Tbk. (IMAS).
Adapun, sederet konglomerat yang tercatat ikut program tax amnesty lainnya, yakni pendiri Grup Triputra Theodore Permadi Rachmat, bos Sriwijaya Air Group Chandra Lie, Keluarga Widjaja pemilik Grup Sinarmas, bos Grup Bakrie Aburizal Bakrie, hingga bos Grup Medco Arifin Panigoro.
Alhasil, Kemenkeu mencatat program tax amnesty yang dilaksanakan pada 2016-2017, hasil jumlah deklarasi dari tax amnesty mencapai Rp4.884,26 triliun atau setara dengan 39,3% dari produk domestik bruto (PDB) Indonesia.