Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pakar: Penundaan Kenaikan Pajak Hiburan Dapat Genjot Minat Wisatawan

Keputusan pemerintah untuk menunda kenaikan pajak hiburan dinilai menjadi kabar baik bagi pelaku usaha di sektor pariwisata, utamanya jasa hiburan
Tempat hiburan malam/Ilustrasi
Tempat hiburan malam/Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA - Keputusan pemerintah untuk menunda kenaikan pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) atas jasa hiburan menjadi kabar baik bagi pelaku usaha di sektor pariwisata, utamanya jasa hiburan.

Pakar Strategi Pariwisata Nasional Taufan Rahmadi menyampaikan, keputusan penundaan penerapan pajak hiburan tersebut merupakan langkah yang tepat dan bijaksana mengingat sektor pariwisata tengah dalam proses pemulihan pasca-dihantam pandemi Covid-19.

“Ini menunjukkan respons cepat dari pemerintah di dalam menindaklanjuti masukan masyarakat pelaku industri pariwisata yang merasa keberatan atas kebijakan ini,” kata Taufan dalam keterangan tertulisnya, dikutip Kamis (18/1/2024).

Menurutnya, penundaan kebijakan tersebut akan berdampak positif bagi iklim usaha hiburan di dunia pariwisata, termasuk kelangsungan hidup para pekerja di dalamnya. Selain itu, ditundanya kenaikan pajak hiburan dapat menggenjot minat wisatawan untuk berkunjung ke Indonesia, utamanya wisatawan mancanegara (wisman).

Taufan juga menyebut, langkah yang diambil pemerintah sejalan dengan rekomendasi Organisasi Pariwisata Dunia (United Nation World Tourism Organization/UNWTO). Dalam rekomendasinya, kata Taufan, UNWTO mengimbau agar negara-negara yang prioritas pendapatannya di sektor pariwisata memberikan keringanan pajak bagi para pelaku usahanya.

Melalui laman resmi Instagramnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan meminta agar penerapan pajak hiburan ditunda.

Luhut mengeklaim telah mengumpulkan instansi terkait termasuk Gubernur Bali untuk membahas ihwal penetapan pajak hiburan. Hasilnya, pemerintah sepakat untuk melakukan evaluasi terhadap Undang-Undang No.1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, sembari menunggu hasil judicial review yang diajukan sejumlah asosiasi ke Mahkamah Konstitusi (MK).

“Jadi kita mau tunda dulu saja pelaksanaannya itu satu karena itu dari Komisi XI DPR RI kan itu sebenarnya, jadi bukan dari pemerintah ujug-ujug terus jadi gitu,” kata Luhut dalam unggahan Instagramnya, Rabu (17/1/2024).

Dia menilai belum ada alasan kuat untuk menaikkan pajak hiburan saat ini sehingga pemerintah akan kembali mempertimbangkan aturan tersebut.

“Saya pikir itu harus kita pertimbangkan karena keberpihakan pemerintah kepada rakyat kecil sangat tinggi,” ujarnya. 

Sebagaimana diketahui, pemerintah mengenakan PBJT atas jasa hiburan untuk penjualan atau konsumsi barang dan jasa tertentu seperti makanan dan minuman, tenaga listrik, jasa perhotelan, jasa parkir, dan jasa kesenian dan hiburan melalui UU No.1/2022.

Merujuk pada pasal 58 ayat 1, tarif PBJT ditetapkan maksimal 10%. Khusus tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa, pemerintah menetapkan tarif pajak minimal 40% dan maksimal 75%.

Sejumlah daerah telah menetapkan besaran pajak hiburan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 58 ayat 4. “Tarif PBJT ditetapkan dengan Perda,” bunyi beleid itu.

Terbaru, DKI Jakarta dan Bali menetapkan pajak hiburan sebesar 40%. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper