Bisnis.com, JAKARTA- Menyusul pemangkasan jumlah pekerja PT Sepatu Bata Tbk (BATA), kini pabrik tekstil ikonik PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL/Sritex) memangkas produksi. Kedua perusahaan yang bergerak di industri padat karya itu sama-sama menghadapi pelemahan pasar domestik.
PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) memang tidak lantas bangkrut. Hanya saja, perusahaan mengambil langkah pemutusan hubungan kerja (PHK) yang telah dilakukan nyaris 23% dalam setahun terakhir.
Direktur Keuangan Welly Salam mengatakan pihaknya memastikan keberlangsungan usaha masih berlanjut, kendati proses efisiensi harus dilakukan sebagai langkah reorganisasi dan pemulihan kinerja keuangan perseroan.
"Banyak beredar di pemberitaan bahwa perseroan terancam bangkrut, kami konfirmasi itu tidak benar kami masih beroperasi dgn semua fasilitas yang kami miliki," kata Welly dalam agenda Public Expose SRIL, Selasa (25/6/2024).
Welly menampik isu kebangkrutan, kendati mengakui terjadinya PHK karyawan yang ditandai dengan berkurangnya jumlah pekerja dari tahun 2023 sebanyak 13.000-an menjadi 10.000-an tenaga kerja saat ini.
PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) mengungkap beban berat yang ditanggung perseroan dikarenakan tekanan pasar domestik sejak pandemi dan akibat gempuran produk tekstil impor. Terlebih, pasar ekspor yang masih tertekan imbas konflik geopolitik global.
Baca Juga
Direktur Utama SRIL Iwan Kurniawan Lukminto mengatakan kondisi tersebut yang akhirnya membuat perseroan harus melakukan peneyesuaian kapasitas produksi dan efisiensi karyawan lantaran turunnya pesanan.
Perseroan mulai mencatat penurunan kinerja sejak pandemi berlangsung. "Kami harapkan dengan adanya kebijakan-kebijakan pemerintah mengenai masuknya barang-barang impor itu juga bisa melihat dari sisi kami produsen di dalam negeri ini yang mengalami kesulitan bersaing dengan produk-produk impor yang merajalela di pasaran," kata Iwan dalam Public Expose SRIL, Selasa (25/6/2024).
Langkah efisiensi dilakukan agar perusahaan lebih mudah memantau keuntungan dan kerugian lini bisnis utama secara berkala. Dengan demikian, perseroan dapat dengan mudah menentukan produk yang lebih banyak berkontribusi dalam profit margin.
Persoalan yang mirip sebelumnya melanda BATA. Pabrik sepatu ikonik ini bahkan terpaksa menutup pabrik beberapa waktu lalu.
Manajemen BATA dalam laporan keuangan menjelaskan keputusan pemberhentian sejumlah karyawan di pabrik Purwakarta dan penutupan pabrik dilakukan sebagai respons terhadap kerugian yang terus berulang selama empat tahun terakhir serta menurunnya permintaan untuk jenis produk yang diproduksi di pabrik tersebut.
“Karena kondisi-kondisi di atas, Perusahaan telah memutuskan untuk menghentikan produksi di pabrik Perusahaan di Purwakarta pada tanggal 30 April 2024. Keputusan ini telah disetujui oleh Dewan Komisaris, berdasarkan keputusan sirkuler pada tanggal 29 April 2024,” tulis manajemen.
STRATEGI BISNIS SRIL & BATA
Baik SRIL maupun BATA tengah menyusun strategi bisnis yang bisa menjamin efisiensi dan keberlanjutan usaha.
SRIL masih mempertahankan berbagai unit bisnis tekstil hingga garmen, dengan utilisasi kapasitas produksi tekstil mencapai 60-80%. Bahkan, Sritex memastikan di unit garmen belum tidak ada PHK.
Lain halnya dengan BATA, perusahaan pada akhirnya mempertahankan bisnis ritel hingga mengalihkan produksi kepada para vendor.
Sebelumnya, Corporate Secretary BATA Hatta Tutuko mengatakan, pihaknya telah melakukan berbagai upaya, tetapi kerugian dan tantangan industri akibat pandemi hingga perubahan perilaku konsumen terlampau cepat tak mampu dibendung.
"Perseroan sudah tidak dapat melanjutkan produksi di pabrik Purwakarta, karena permintaan pelanggan terhadap jenis produk yang dibuat di Pabrik Purwakarta terus menurun," kata Hatta, dikutip dari Bursa Efek Indonesia (BEI).
Bahkan, Hatta menerangkan bahwa kapasitas produksi di pabrik tersebut jauh lebih besar dibandingkan kebutuhan secara berkelanjutan dari pemasok lokal di Tanah Air.