Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Surplus Neraca Dagang Makin Susut, Intip Dampaknya Terhadap Nilai Tukar Rupiah

Neraca perdagangan barang Indonesia mencatatkan tren surplus berturut-turut selama 50 bulan terakhir.
Aktivitas bongkar muat peti kemas di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Aktivitas bongkar muat peti kemas di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA – Neraca perdagangan barang Indonesia mencatatkan tren surplus berturut-turut selama 50 bulan terakhir. Pada Juni 2024, surplus mencapai US$2,39 miliar, turun dari US$2,92 miliar pada Mei.

Secara kumulatif, surplus perdagangan semester I/2024 mencapai US$15,45 miliar. Angka ini lebih rendah US$4,46 miliar dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year-on-year/yoy).

Meskipun surplus tersebut masih jauh dari target tahunan dengan batas bawah US$31,6 miliar dan batas atas US$53,4 miliar, ekonom mengkhawatirkan penyusutan surplus ini berpotensi menekan cadangan devisa dan nilai tukar rupiah.

Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede, menjelaskan bahwa surplus perdagangan yang terus menyusut meningkatkan ekspektasi pelebaran defisit neraca transaksi berjalan (CAD) pada 2024. CAD diproyeksikan melebar dari -0,14% dari PDB pada 2023 menjadi -0,94% dari PDB pada 2024.

"Surplus yang terus menyusut ini dipengaruhi oleh laju normalisasi harga komoditas yang moderat dan peningkatan ketidakpastian global yang mempengaruhi permintaan dari mitra dagang utama Indonesia," ujar Josua dalam keterangan resmi, Senin (15/7/2024).

Namun, Josua optimis bahwa kebijakan hilirisasi dapat mengurangi ketergantungan transaksi berjalan Indonesia terhadap harga komoditas, sehingga membatasi defisit. Meski demikian, defisit transaksi berjalan yang melebar diperkirakan akan memberikan tekanan pada rupiah dan cadangan devisa di tengah ketidakpastian pasar ekonomi dan politik.

“Dalam jangka pendek, hal ini dapat menimbulkan risiko pelemahan nilai tukar rupiah,” tambah Josua. Meski demikian, ia yakin kondisi ini bersifat sementara hingga akhir kuartal III/2024, dengan proyeksi penurunan suku bunga oleh The Fed pada akhir kuartal ketiga. Josua memperkirakan nilai tukar rupiah terhadap dolar akan berkisar antara Rp15.900 - Rp16.200 pada akhir 2024, didorong oleh sentimen risk-on dan arus modal masuk.

Secara umum, Josua mencatat surplus pada Juni 2024 merupakan yang terkecil sejak Februari 2024, disebabkan pertumbuhan ekspor tahunan yang tertinggal dari pertumbuhan impor. Ekspor mengalami kontraksi lebih tajam dibandingkan impor, dipicu oleh melemahnya aktivitas manufaktur baik secara global maupun domestik.

Meskipun demikian, Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti melaporkan bahwa Indonesia mengalami surplus perdagangan dengan tiga mitra dagang utama pada Juni 2024, yaitu India, Amerika Serikat, dan Filipina. "Indonesia mencatat surplus perdagangan barang dengan India sebesar US$1,47 miliar, Amerika Serikat US$1,22 miliar, dan Filipina US$0,69 miliar," ungkap Amalia dalam Rilis Berita Resmi Statistik, Senin (15/7/2024). Surplus terbesar dengan India didorong oleh komoditas seperti minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO).

Tren neraca perdagangan barang Semester I/2024

Bulan  Realisasi 
Januari  US$1,99 miliar 
Februari  US$833,5 juta 
Maret US$4,59 miliar 
April  US$2,72 miliar 
Mei  US$2,93 miliar
Juni  US$2,39 miliar
Total US$15,45 miliar

Sumber: BPS, diolah


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper