Bisnis.com, JAKARTA – Pendiri sekaligus Direktur Utama PT Jababeka Tbk. (KIJA), Setyono Djuandi Darmono menanggapi wacana pemerintah bakal menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada tahun depan.
Darmono menyebut, hal itu sedikit banyak bakal berimplikasi pada aktivitas ekonomi khususnya pada iklim bisnis di sektor properti. Pasalnya, hal itu akal memberatkan konsumen hingga dikhawatirkan melemahkan daya beli.
“PPN itu yang berat adalah konsumen, tapi konsumen juga bisa pilih kan [untuk menyesuaikan besaran pajak yang dibayar]. Saya pilih barang yang murah, biar 12% jangan barang yang mahal,” kata Darmono saat ditemui di Menara Batavia, Jakarta, Rabu (17/7/2024).
Di samping itu, Darmono juga menjelaskan bahwa untuk menjaga ekonomi dapat tetap tumbuh, pemerintah perlu mempertimbangkan untuk memangkas pajak korporasi.
Hal itu dilakukan untuk mempersubur iklim investasi di Indonesia. Sehingga, ke depan RI dapat bersaing menjadi negara sebagai destinasi investasi favorit.
“Jadi sebetulnya policy itu tinggal pilih. Jangan PPN 12% terus corporate tax 25% rusaklah bisnis. Hongkong dan Singapura pajak [korporasinya] jauh lebih rendah dari Indonesia, karena apa? Karena mereka mau narik supaya investor jangan pergi,” tambahnya.
Baca Juga
Darmono memberikan gambaran, saat ini pajak korporasi di Singapura disebut ada di sekitar level 17%.
Di tengah situasi sektor properti Singapura yang melemah, Singapura juga dilaporkan bakal memangkas pajak korporasi menjadi 12% untuk menarik minat investasi di sana.
“Indonesia [pajak korporasi] 25% tinggi. Di Singapura itu 17% atau berapa, mau turun lagi ke 12%. Hong Kong sudah lebih rendah lagi. Itu negara kaya,” pungkasnya.
Sebagai informasi, Pemerintah akan kembali menaikkan tarif PPN sebesar 1%, dari semula 11% menjadi 12%. Kebijakan ini rencananya berlaku pada tahun depan atau per 1 Januari 2025.
Hal tersebut sebagaimana tertuang dalam Undang - Undang No. 7//2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
“Tarif Pajak Pertambahan Nilai yaitu sebesar 12% yang mulai berlaku paling lambat pada tanggal 1 Januari 2025,” tulis ayat (1) Pasal 7 Bab IV beleid tersebut.