Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

Haryo Kuncoro

Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta

Haryo Kuncoro adalah Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta

Lihat artikel saya lainnya

OPINI : Maju Mundur Industri Manufaktur Nasional

Purchasing Manager’s Index atau PMI manufaktur publikasi S&P Global Market Intelligence pada Juni 2024 menunjukkan penurunan menjadi 50,7
Salah satu pabrik manufaktur di tanah air. BISNIS/Afiffah Rahmah Nurdifa
Salah satu pabrik manufaktur di tanah air. BISNIS/Afiffah Rahmah Nurdifa

Bisnis.com, JAKARTA - Melewati paruh pertama tahun berjalan, ketidakpastian global masih menggelantung. Teka-teki kapan pemangkasan suku bunga acuan the Fed dan ekskalasi geopolitik di Timur Tengah membawa imbas signifikan pada kinerja perekonomian baik di level nasional, sektoral, maupun di ranah regional.

Sektor industri manufaktur tampaknya bukan sebuah pengecualian. Sektor yang digadang menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi itu agaknya masih gamang.

Purchasing Manager’s Index atau PMI manufaktur publikasi S&P Global Market Intelligence pada Juni 2024 menunjukkan penurunan menjadi 50,7 dari bulan sebelumnya 52,1.

Komparasi dengan indikator industri terbitan lembaga lain agaknya masih sejalan. Kementerian Perindustrian mencatat Indeks Kepercayaan Industri (IKI) pada Juni 2024 berada di level 52,50, alias tidak berubah dibanding Mei 2024.

Bahkan, nilai itu melambat 1,43 poin dibandingkan dengan nilai IKI Juni tahun lalu yang sebesar 53,93, Sementara, IKI Juni 2023 meningkat 3,03 poin dari IKI Mei 2023 dan masih tertinggi sepanjang IKI rilis. Artinya, bidang usaha yang diharapkan menyerap banyak tenaga kerja itu terkesan mandek.

Narasi yang sedikit berbeda datang dari Prompt Manufacturing Index (PMI) yang dirilis Bank Indonesia (BI). Pada triwulan kedua 2024, PMI-BI nangkring di posisi 52,39. Capaian itu lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang berada di level 50,75 persen. Jika dirata-ratakan untuk bulanan, PMI-BI menunjukkan tren kenaikan kendati kecil.

Sampai di titik ini, beberapa indikator yang diterbitkan oleh ketiga lembaga di atas menawarkan diagnosa yang berbeda-beda. Masing-masing diagnosa menyodorkan simpulan yang tidak sama. Simpulan yang tidak sama akan menghasilkan implikasi kebijakan plus efektivitas yang berlainan pula.

Diagnosa stagnasi sektor industri pengolahan masih bisa diterima. Impor industri manufaktur mayoritas berupa bahan mentah, bahan penolong, dan barang modal yang digunakan untuk pengolahan produk ekspor. Impor nonmigas per Juni 2024 yang ambles 8,83% dari bulan sebelumnya dengan sendirinya mendukung tesis di atas.

Dugaan bahwa sektor industri pengolahan tetap tumbuhpun juga tidak terlalu keliru. Kebijakan pembatasan barang konsumsi impor sejak awal tahun membawa dampak positif bagi industri terkait. PMI-BI tertinggi toh dialami industri pakaian jadi, diikuti oleh industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki, dan industri alat angkutan lainnya.

Sejumlah subsektor industri tersebut memiliki keterkaitan ke depan (forward linkage) dan ke belakang (backward linkage) yang relatif tinggi. Jelasnya, geliat di subsektor industri tersebut akan menghela aktivitas subsektor industri lainnya lewat angka pengganda (multiplier effect) pada semua mata rantai turunannya.

Terlepas dari perbedaan indikator plus argumen logis yang menyertainya, persamaan yang termaktub dari ketiga indikator di atas adalah ekspansi (semua indeks lebih besar dari 50). Artinya, sektor industri pengolahan sejatinya masih memiliki persepsi positif atas kondisi ekonomi dalam kurun 6 bulan ke depan.

Momentum persepsi positif inilah yang musti dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk mengakselerasi perkembangan industri di Tanah Air. Alih-alih memperdebatkan keabsahan kondisi mana yang sesuai dengan kenyataan, meracik strategi meredam gejala deindustrialisasi niscaya jauh lebih produktif.

Alhasil, pemerintah secara industrial-makro perlu menyediakan iklim kepastian usaha. Aspek itu sangat diperlukan sebagai landasan utama bagi dunia usaha untuk bergerak. Prospek bisnis ke depan sangat dipengaruhi oleh kepastian usaha yang dipandang pebisnis sebagai faktor yang berada di luar kendali.

Di ranah hilir, penguatan dan perluasan pasar ekspor perlu diinisiasi. Alih-alih beberapa negara tujuan yang secara tradisi menjadi pasar andalan, negara-negara di kawasan Afrika utara, Timur Tengah, dan Amerika Latin terbuka luas menjadi pasar potensial bagi ekspor produk industri manufaktur.

Penekanan pada aspek pemasaran itu tidak mengada-ada. Tingkat produktivitas industri manufaktur pada Juni 2024 toh sekaligus menjadi yang paling lemah dalam setahun terakhir. Pasalnya, pertumbuhan permintaan baru yang nyaris berhenti, imbas penurunan ekspor selama 4 bulan berturut-turut.

Dalam situasi ketidakpastian yang masih tinggi, pemerintah perlu menggenjot insentif pada industri manufaktur. Penguatan dan perluasan pasar ekspor juga tetap harus didukung dengan berbagai kemudahan serta insentif pembiayaan ekspor. Relaksasi beberapa aturan tentang Devisa Hasil Ekspor perlu dimodifikasi.

Lebih lanjut, dorongan pada kemampuan produksi juga perlu diimbangi dari konsumsinya. Menjaga daya beli masyarakat juga menjadi determinan yang krusial. Oleh karenanya, pemerintah untuk menciptakan stabilitas nilai tukar rupiah serta mengendalikan inflasi demi keterserapan produk industri di pasar domestik.

Bagaimanapun, persepsi industri mencerminkan ekspektasi pelaku usaha industri atas keadaan ekonomi pada masa mendatang. Jika maju-mundur ekspektasi industri manufaktur terjadi berlarut-larut tanpa mitigasi, optimisme yang berperspektif jangka pendek bisa berubah menjadi pesimisme yang berdimensi jangka panjang.

Pesimisme negatif yang terakumulasi secara intens akan jauh lebih sulit lagi untuk mengubahnya. Untuk itu, otoritas ekonomi perlu bersinergi agar mampu membangkitkan ekspektasi positif bagi semua pelaku ekonomi. Pepatah latin toh memberi petuah jika semua orang berekspektasi positif, itu awal dari sebuah kenyataan.

Bukan begitu?


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Haryo Kuncoro
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper