Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Gelombang PHK Meninggi, Serikat Buruh Tembakau Soroti RPMK

Sebelumnya, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat jumlah PHK dari Januari hingga akhir Agustus mencapai 46.240 pekerja.
Ancaman badai PHK juga akan menerpa Industri Hasil Tembakau (IHT), yang selama ini menjadi salah satu penyerap tenaga kerja terbesar di Indonesia yang mencapai lebih dari 6 juta tenaga kerja/Istimewa
Ancaman badai PHK juga akan menerpa Industri Hasil Tembakau (IHT), yang selama ini menjadi salah satu penyerap tenaga kerja terbesar di Indonesia yang mencapai lebih dari 6 juta tenaga kerja/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA– Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) dari berbagai industri diperkirakan bakal terus membesar hingga bisa hingga menembus 70.000 tenaga kerja pada akhir tahun 2024. Belakangan, buruh pada industri tembakau was was terkena imbas peraturan kesehatan, yang berpotensi memicu PHK.

Sebelumnya, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat jumlah PHK dari Januari hingga akhir Agustus mencapai 46.240 pekerja. Meski ada tren kenaikan, tapi Kemnaker berharap angka PHK tidak lebih tinggi dari tahun lalu yang mencapai 64.000.

Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman (FSP-RTMM) Sudarto mengingatkan bahwa ancaman badai PHK juga akan menerpa Industri Hasil Tembakau (IHT), yang selama ini menjadi salah satu penyerap tenaga kerja terbesar di Indonesia yang mencapai lebih dari 6 juta tenaga kerja.

Apalagi mengingat peraturan yang berkaitan dengan pertembakauan yang sangat menekan dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) dengan ketentuan kemasan rokok polos tanpa merek sedang dikejar target penyelesaiannya akhir September ini.

Menurutnya, industri padat karya ini telah menjadi sawah ladang atau sumber mata pencaharian utama para buruh di Indonesia.

“IHT ini adalah industri padat karya menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar. Seharusnya dipertahankan dan dilindungi dengan kebijakan yang baik. Ada jutaan pekerja yang terlibat di berbagai level dalam IHT, mulai dari petani tembakau, buruh pabrik, hingga pedagang kecil. Hati-hati, potensi PHK bagi pekerja akan memperburuk kondisi ekonomi pekerja yang sudah sangat tertekan, apalagi baru adanya pengesahan PP 28/2024," ujar Sudarto, selepas Forum Diskusi Advokasi Industri Rokok Tembakau Makanan Minuman -  Antisipasi Regulasi Industri Yang Dapat Menghambat Kelangsungan & Pertumbuhan Industri Sebagai Sawah Ladang, Sumber Mata Pencaharian Pekerja, Selasa (24/9/2024).

"Realitanya tempat kerja kami, IHT ini ditekan bertubi-tubi. Ini adalah sawah ladang bagi buruh. Tahun 2011 lalu masih ada 2.000 pabrik rokok, sekarang tinggal 200-an pabrik. Kami, sudah kehilangan 67.000 tenaga kerja dari segmen Sigaret Kretek Tangan (SKT) sejak 2015-2022. Ada 44 perusahaan yang berkurang. Kami sudah dimarjinalkan secara sistematis. Perlakuan terhadap kami tidak adil, kami terzolimi," tegasnya.

Sudarto berharap pemerintah mengambil langkah konkrit untuk melindungi pekerja dari PHK, salah satunya dengan menghentikan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) yang tengah didorong Kemenkes karena akan berdampak pada keberlangsungan tenaga kerja.

“Pemerintah tolong stop pembahasan RPMK. Kami sangat menolak pasal-pasal pengaturan di RPMK termasuk regulasi kemasan rokok polos [tanpa merek]. Bagaimana bisa aturan di atasnya PP No 28/2024 hanya mengatur peringatan kesehatan dan tidak ada pengaturan kemasan polos (tanpa merek), kenapa RPMK melangkahi peraturan di atasnya? Proses penyusunanannya juga sudah cacat. Tidak ada alasan untuk melanjutkan pembahasan aturan yang tidak adil dan menyakiti pekerja,” lanjutnya.

Sudarto meminta pemerintah memberikan dukungan yang lebih signifikan agar industri IHT hususnya segmen SKT mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak lagi sehingga mengurangi beban negara.

"Apapun peraturan yang disiapkan pemerintah, kami mohon agar dibuat berdasarkan pertimbangan yang matang terhadap semua dampak yang dapat terjadi, baik itu untuk industri atau pekerjanya. Jangan hanya satu variabel saja," kata Sudarto.

Nikodemus Lupa, perwakilan dari Direktorat Kelembagaan dan Pencegahan Perselisihan Hubungan Industrial Kemnaker menanggapi bahwa jangan sampai pekerja jadi korban karena aturan yang tidak seimbang.

"Kami berharap jangan ada aturan yang tidak berpihak pada pekerja. Ketika ada aturan yang menekan, dan tidak mengatur secara ideal, maka salah satu pihak akan jadi korban. Maka, agar tidak ada korban, kita harus duduk bareng, Kemenkes bersama Kemenkeu, dan lintas kementerian lainnya agar pekerja dapat diberi perlindungan sehingga mereka tidak kehilangan pekerjaan," ujar Nikodemus


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Kahfi
Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper