Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Serapan Panen Tembakau Terancam, Asosiasi Petani Desak Deregulasi PP 28/2024

Petani tembakau mendesak deregulasi PP 28/2024 karena beleid yang mengatur pembatasan rokok itu mengancam serapan panen dan berdampak pada kesejahteraan daerah.
Pekerja memanen daun tembakau di Ngale, Pilangkenceng, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Selasa (19/9/2023). Menurut petani setempat harga tembakau kering di tingkat petani saat ini Rp48 ribu hingga Rp50 ribu per kilogram, lebih tinggi dibanding musim panen tahun lalu Rp40 ribu per kilogram. ANTARA FOTO/Siswowidodo
Pekerja memanen daun tembakau di Ngale, Pilangkenceng, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Selasa (19/9/2023). Menurut petani setempat harga tembakau kering di tingkat petani saat ini Rp48 ribu hingga Rp50 ribu per kilogram, lebih tinggi dibanding musim panen tahun lalu Rp40 ribu per kilogram. ANTARA FOTO/Siswowidodo
Ringkasan Berita
  • Petani tembakau di Indonesia menghadapi ancaman penurunan serapan hasil panen akibat kebijakan pembatasan konsumsi rokok dalam PP 28/2024.
  • Ketua APTI NTB, Sahminudin, menyatakan bahwa kebijakan ini berdampak negatif pada industri tembakau dan kesejahteraan petani, meskipun secara formal menyasar industri hasil tembakau.
  • Penurunan harga dan serapan tembakau di Temanggung menunjukkan dampak nyata dari regulasi ini, dengan beberapa pabrikan besar mengurangi pembelian tembakau dari petani.

* Ringkasan ini dibantu dengan menggunakan AI

Bisnis.com, JAKARTA — Kalangan petani tembakau di Tanah Air mendesak deregulasi kebijakan pembatasan konsumsi rokok yang dinilai telah memicu anjloknya penjualan. Desakan itu muncul lantaran petani mulai mencemaskan serapan hasil panen yang minim dari kalangan industri pengolahan.

Adapun, kebijakan pembatasan konsumsi rokok tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 28/2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No. 17/2023 tentang Kesehatan. 

Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB), Sahminudin mengatakan aturan tersebut secara tidak langsung berdampak pada keberlangsungan usaha petani tembakau, meskipun secara formal menyasar industri hasil tembakau (IHT). 

"Hampir semua regulasi itu terkesan tidak ada yang mengancam petani, tapi perusahaan yang diancam oleh peraturan itu. Sedangkan kita tahu bahwa 98% tembakau di Indonesia menjadi bahan baku rokok, jadi mau tidak mau kami akan ikut terdampak, walaupun tidak secara langsung," kata Sahminudin, dikutip Rabu (23/7/2025). 

Menurut dia, apabila industri tembakau sebagai pembeli utama bahan baku terganggu, maka penyerapan hasil panen petani akan menurun drastis. Situasi ini secara langsung mengancam kesejahteraan petani dan stabilitas ekonomi daerah penghasil tembakau.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut bahwa NTB saat ini tercatat memiliki luas lahan tembakau mencapai 34.000 hektare dengan produksi sekitar 55.000 ton pada 2023. Produksi dan lahan yang ada saat ini diproyeksi dapat menurun.

Sahminudin menilai PP 28/2024 sebagai bagian dari rangkaian kebijakan yang secara sistematis melemahkan industri pertembakauan nasional. Dia mencatat bahwa hingga akhir 2024, terdapat 448 regulasi yang dinilai menekan sektor ini.

Salah satu poin krusial dalam PP 28/2024 adalah pembatasan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak. 

Dalam hal ini, dia menyebut kebijakan itu tidak realistis dan berpotensi mematikan keberlangsungan petani tembakau dan ribuan usaha kecil. Apalagi, terdapat wacana penerapan kemasan rokok tanpa identitas merek (plain packaging) dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) memperkuat kekhawatiran petani.

"Aturan itu tidak mungkin bisa diterapkan. Karena berarti berapa toko dan kios tidak memenuhi syarat. Artinya memang sebaiknya dibatalkan (pasal-pasal tembakau dalam PP 28/2024) saja," tuturnya. 

Untuk itu, dia memperingatkan bahwa tekanan regulasi yang terus meningkat akan sangat berdampak terhadap petani. Misalnya, dia mencontohkan kondisi di Temanggung, di mana hasil panen tembakau tidak terserap pasar. 

"Baru di satu daerah, sudah ada dampaknya. Apalagi di semua daerah penghasil tembakau yang ada di Indonesia. Berarti memang tanda-tandanya sudah sangat terlihat penurunan penyerapan terus terjadi," pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, Bupati Temanggung Agus Setyawan mengatakan, harga tembakau di wilayahnya itu kini makin merosot lantaran persaingan di pasar yang melemah. Sejumlah pabrikan besar menghentikan dan menurunkan pembelian tembakau tahun ini. 

"Kemarin waktu kita ke Kudus, Nojorono kemungkinan kecil untuk membeli lagi, rokok Sukun juga tidak memberikan jawaban tegas, kalau Djarum masih beli tapi turun di kisaran 4.000-5.000 ton," kata Agus kepada Bisnis, dikutip Selasa (17/6/2025). 

Mengutip dari situs Pemprov Jawa Tengah, pada September 2024, harga tembakau kualitas terbaik yakni grade D–E masih berada di kisaran Rp90.000-Rp125.000 per kg. Namun, rata-rata harga jual tembakau saat ini di bawah Rp75.000 per kg. 

Adapun, wilayah Temanggung yang merupakan sentra tembakau di Jawa Tengah diperkirakan akan memproduksi 10.000–11.000 ton pada tahun ini. Namun, serapan terbesar dari pabrik PT Gudang Garam Tbk (GGRM) tak lagi dilakukan. 

Padahal, GGRM disebut menjadi penyerap terbesar tembakau Temanggung yakni separuh dari total produksi tahunan atau di kisaran 7.000–8.000 ton. Agus pun mencemaskan pabrikan lainnya yang berpotensi menahan pembelian dari petani.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro