Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PMI Manufaktur Loyo, Asosiasi Tekstil Sebut Banjir Impor Hantam Industri Lokal

Asosiasi tekstil Indonesia buka-bukaan penyebab sektor manufaktur Indonesia masih lesu, terutama karena maraknya barang impor yang menghantam industri lokal.
Asosiasi tekstil Indonesia buka-bukaan penyebab sektor manufaktur Indonesia masih lesu, terutama karena maraknya barang impor yang menghantam industri lokal. Bisnis/Bisnis
Asosiasi tekstil Indonesia buka-bukaan penyebab sektor manufaktur Indonesia masih lesu, terutama karena maraknya barang impor yang menghantam industri lokal. Bisnis/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) buka-bukaan penyebab sektor manufaktur Indonesia masih lesu, terutama karena maraknya barang impor yang menghantam industri lokal.

Perlu diketahui, Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur Indonesia masih terkontraksi di bawah 50 yakni berada di level 49,2 pada September 2024. Meskipun indeks aktivitas manufaktur tersebut mengalami peningkatan tipis dari bulan sebelumnya 48,9, namun tetap terkontrasi selama tiga bulan terakhir.

Wakil Ketua Umum API David Leonardi, mengatakan penyebab PMI manufaktur masih berada di zona kontraksi yakni kondisi ekonomi Indonesia yang belum membaik yang kemudian berdampak pada turunnya daya beli masyarakat.

"Untuk kembali meningkatkan indeks PMI, diperlukan kebijakan yang konsisten yang pro terhadap industri serta pro terhadap kebijakan yang bersifat proteksionis," ujar David kepada Bisnis, Selasa (1/10/2024).

Menurutnya, paket kebijakan tersebut akan menciptakan persaingan dagang yang sehat di pasar domestik, sehingga akan meningkatkan aktivitas produksi industri. Alhasil, aktivitas produksi yang meningkat akan meningkatkan nilai PMI, terutama industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia.

Lebih lanjut dia mengatakan, agar manufaktur kembali ekspansif, maka pemerintah perlu menjamin perlindungan pasar untuk industri lokal, terutama dari maraknya barang impor.

"Hal ini dikarenakan terjadi relaksasi impor akibat dari inkonsistensi peraturan yang ada dan menyebabkan impor dalam jumlah masif dengan harga di bawah harga rata-rata produksi industri, masuk ke pasar dalam negeri," lanjutnya. 

David menilai, masyarakat yang daya belinya rendah akan cenderung membeli produk yang lebih murah tanpa melihat produk tersebut berasal dari mana dan apakah sudah memenuhi standar atau tidak.

"Tidak hanya menurunkan aktivitas industri dalam negeri, tetapi barang impor ini juga membahayakan konsumen. Maka, dengan melindungi pasar dalam negeri dengan peraturan yang konsisten, tidak hanya industri kembali ekspansif tapi konsumen juga ikut terjaga," pungkas David.

Adapun, penurunan pesanan baru terjadi pada subsektor Industri Pengolahan Lainnya yang Indeks Kepercayaan Industri (IKI)-nya mengalami kontraksi pada September 2024. Subsektor tersebut mengalami penurunan pesanan, baik di luar negeri maupun dalam negeri.

Selain tekstil dan pakaian jadi, subsektor industri lain yang juga mengalami kontraksi IKI pada pesanan baru adalah industri pengolahan tembakau, kayu, kertas, bahan kimia, komputer dan elektronik, serta jasa reparasi. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rizqi Rajendra
Editor : Ibad Durrohman
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper