Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Staf Kepresidenan Jokowi: Realitas Berbeda dengan Target Lumbung Pangan Dunia Prabowo-Gibran

Kantor Staf Presiden (KSP) bentukan Presiden Joko Widodo was-was akan terjadinya defisit beras di Tanah Air.
Petani membajak sawah yang akan ditanami padi di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan./ Bisnis - Paulus Tandi Bone
Petani membajak sawah yang akan ditanami padi di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan./ Bisnis - Paulus Tandi Bone

Bisnis.com, JAKARTA – Kantor Staf Presiden (KSP) mengingatkan keinginan untuk menjadikan Indonesia sebagai lumbung pangan atau food estate skala internasional oleh presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming bukan realitas yang mudah.  

Deputi III Kepala Staf Kepresidenan Edy Priyono menyampaikan, pada kenyataannya kondisi di lapangan bertolak belakang dengan harapan presiden terpilih tersebut. 

“Kenyataannya, produksi pangan khususnya beras terus menurun. Kami di KSP sudah lihat, sumbernya adalah karena penurunan luas panen,” ujarnya dalam diskusi Indef: Evaluasi 1 Dekade Jokowi: Antara Pencapaian dan Tantangan, dikutip Minggu (6/10/2024).

Edy menuturkan, luas panen komoditas pangan, khususnya beras, berkurang karena sawah yang juga berkurang. Alhasil, ketika produktivtias stagnan, maka luas tanam dan luas panen akan berimplikasi dengan penurunan produksi pangan.  

Secara kumulatif, Indonesia masih mencatatkan surplus produksi beras. Bahkan, Indonesia masih tercatat sebagai produsen utama beras. Namun, kebutuhan dalam negeri untuk beras juga cukup tinggi. 

Edy memaparkan kebutuhan nasional per tahunnya sekitar 30 juta ton beras. Sementara produksi di kisaran 31 juta ton. Alhasil, surplus yang terbentuk sangat tipis. “Tetapi semakin lama surplus berkurang. Kalau tidak ditangani, Indonesia akan masuk dalam era defisit beras,” tuturnya. 

Bukan hanya beras,Edy mendorong pemerintah juga untuk mendorong produksi bawang putih dan kedelai. Mengingat, kebutuhan akan bahan-bahan tersebut cukup tinggi, seperti halnya kedelai untuk pembuatan tahu dan tempe. 

Dalam paparannya, Edy menjabatkan sepanjang 2018-2023 alias era Presiden Joko Widodo luas panen padi turun rata-rata 0,2 juta hektare (ha) per tahun. Lantas produksi pagi mengikuti tren penurunan tersebut, sebesar 1 juta ton per tahun. 

Edy mengacu data Badan Pusat Statistik (BPS), luas panen padi pada 2018 sebesar 11,4 juta ha. Pada lima tahun kemudian atau pada 2023, luas panen susut menjadi 10,2 juta ha. 

Seiring dengan penyusutan lahan, pada periode yang sama produksi padi juga turun dari 59,2 juta ton menjadi 54 juta ton. “Ini jadi tantangan tersendiri, bukan hanya beras, tapi bawang putih dan kedelai,” lanjutnya.

Padahal, mengacu Visi, Misi, dan Program Prabowo-Gibran, lumbung pangan menjadi satu dari delapan Program Hasil Terbaik Cepat. Prabowo dan Gibran menginginkan peningkatan produktivitas lahan pertanian melalui berbagai program intensifikasi dan ekstensifikasi lahan guna mencapai swasembada pangan. 

Kedua program tersebut dilakukan di level desa, kecamatan, kabupaten/ kota, dan nasional secara lebih efektif, terintegrasi, dan berkelanjutan dengan komoditas padi, jagung, kedelai, singkong, tebu, sagu, dan sukun. Ditargetkan minimal tambahan 4 juta ha luas panen tanaman pangan tercapai pada tahun 2029.

Untuk tahun pertama pemerintahannya, petahana dalam APBN 2025 telah menganggarkan Rp15 triliun untuk lumbung pangan nasional daerah dan desa. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper