Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

APBN Habis untuk Bayar Utang, Tim Ekonomi Prabowo: Badan Penerimaan Negara Jadi Solusi

Pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) dan transformasi transformasi birokrasi dapat menjadi solusi atas besarnya porsi pembayaran utang dalam APBN.
Ketua Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran Drajad Wibowo diwawancarai di sela gelaran Katadata: Indonesia Future Policy Dialogue di Jakarta, Rabu (9/10/2024). / Bisnis-Annasa Rizki Kamalina
Ketua Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran Drajad Wibowo diwawancarai di sela gelaran Katadata: Indonesia Future Policy Dialogue di Jakarta, Rabu (9/10/2024). / Bisnis-Annasa Rizki Kamalina

Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran, Drajad Wibowo, menyampaikan bahwa pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) dapat menjadi solusi untuk mengerek penerimaan negara. Pasalnya, saat ini hampir 50% APBN digunakan untuk membayar utang.

Drajad menyampaikan belanja yang dialokasikan senilai Rp3.621,3 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025, masih kurang untuk membiayai tahun pertama Prabowo-Gibran.

Pasalnya, pemerintah memiliki kewajiban pembayaran utang jatuh tempo dan bunga utang mencapai Rp1.353 triliun atau setara sekitar 45% dari total pendapatan pada tahun depan yang direncanakan senilai Rp3.005,1 triliun.

"Di mana ruang fiskalnya? Nah, jawabannya memang kita melalui BPN," ujarnya dalam Katadata: Indonesia Future Policy Dialogue di Le Meridien, Jakarta pada Rabu (9/10/2024). 

Drajad menjelaskan bahwa memang saat ini BPN masih belum banyak didiskusikan. Namun, BPN harus mengandung tiga unsur transformasi. 

Ketiga unsur tersebut adalah transformasi kelembagaan, transformasi teknologi, dan transformasi kultur.

"Transformasi kultur ini yang paling susah tetapi kultur itu bisa dipaksa oleh teknologi," lanjutnya. 

Pasalnya, Drajad mengakui bahwa pemerintahan Prabowo kekurangan dana sekitar Rp300 triliun untuk tahun depan, demi mengerek pertumbuhan ekonomi menuju 8%.

Setidaknya, Rp300 triliun tersebut dapat membantu pertumbuhan naik ke level 5,8% hingga 5,9% pada 2025, agar Indonesia tidak kehilangan momentum untuk meraih kenaikan produk domestik bruto (PDB) sebesar 8% dalam lima tahun mendatang. 

"Pada 2025 itu pertumbuhan minimal harus sampai ke 5,8% atau 5,9% supaya kita punya batu loncatan untuk ngejar 6%—7% kemudian ke 8%. Kekurangannya berapa? Itu masih kurang Rp300 triliun," ungkapnya.

Sebelumnya, rencana pembentukan badan baru ini bahkan disoroti oleh pihak asing, yakni Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF). 

IMF mengingatkan bahwa pembentukan badan baru ini harus dirancang dengan sangat hati-hati. IMF menyebut restrukturisasi seperti ini berpotensi memakan biaya besar jika tidak direncanakan dengan cermat.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper