Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) berjibaku merampungkan megaproyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB).
Hantaman pandemi Covid-19 hingga krisis global yang berdampak pada laju perekonomian Indonesia menjadi proyek ini mengalami pembengkakan biaya (cost overrun) selama masa konstruksi sehingga Jokowi akhirnya menyetujui penjaminan utang pinjaman dari China menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Megaproyek transportasi tersebut awalnya direncanakan menelan biaya sebesar US$6,07 miliar atau sekitar Rp86,5 triliun. Adapun, Indonesia mendapatkan pinjaman dari China Development Bank (CBD) untuk proyek tersebut sekitar 75 persen atau sekitar Rp64,8 triliun.
Kendati demikian, dalam perjalanannya proyek ambisius tersebut ternyata mengalami pembengkakan biaya sebesar US$1,2 miliar atau sekitar Rp8,3 triliun. Beban biaya bengkak itu dibagi dua antara China dan Indonesia. Pihak Indonesia harus membayar sekitar US$720 juta.
Ilustrasi proyek KCJB / JIBI
Lagi-lagi pihak CBD memberikan pinjaman dana bagi Indonesia untuk membayar cost overrun tersebut sebesar US$550 juta atau sekitar Rp8,3 triliun dengan bunga 3,4 persen dan tenor 30 tahun. Secara total utang Indonesia dalam proyek Kereta Cepat yang kemudian diberi nama Whoosh ini mencapai Rp73,1 triliun.
Maka, dengan asumsi bunga 3,4 persen dan tenor 30 tahun bisa dihitung estimasi besaran total utang kereta cepat yang harus dibayarkan pemerintah Indonesia. Berdasarkan perhitungan itu, maka pemerintah wajib membayar utang kereta cepat selama 30 tahun mencapai Rp75 triliun.
Awalnya, Kereta cepat Jakarta-Bandung yang dikerjakan oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) ditetapkan sebagai salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 3 Tahun 2016. Dalam pengembangannya, KCIC beroperasi tanpa bantuan keuangan dari APBN maupun jaminan Pemerintah Indonesia.
Perencanaan Proyek Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Harus Matang
Belajar dari 'kasus' Whoosh, pengamat transportasi Djoko Setijowarno menekankan pentingnya perencanaan yang matang sebelum memutuskan untuk melanjutkan proyek Kereta Cepat Jakarta-Surabaya.
Djoko memaparkan pengalaman dari proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung harus menjadi pelajaran agar pemerintah tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan, terutama yang melibatkan dana besar dan investasi asing.
"Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung saja masih mengalami berbagai kendala, termasuk masalah pendanaan yang akhirnya melibatkan anggaran negara. Jadi, kalau ada rencana untuk melanjutkan proyek ini hingga Surabaya, harus benar-benar dipikirkan ulang," ujar Djoko kepada Bisnis, Jumat (11/10/2024).
Djoko mengungkapkan kekhawatirannya bahwa pembangunan infrastruktur berskala besar seperti ini bisa menjadi beban bagi negara jika tidak dihitung dengan cermat. Dia merujuk pada skema pembiayaan business to business (B2B) yang awalnya direncanakan untuk proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung, tetapi akhirnya melibatkan APBN setelah terjadi kekurangan dana.
"Pada awalnya dikatakan skemanya B2B, namun ketika anggaran tidak cukup, pemerintah juga ikut turun tangan. Ini menjadi beban bagi negara, yang seharusnya tidak terjadi jika perencanaan keuangannya matang," tambahnya.
Dia juga memperingatkan risiko kerugian jika proyek Kereta Cepat Jakarta-Surabaya tidak direncanakan dengan baik, apalagi mengingat bahwa proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung belum mencapai performa optimal.
Whoosh / Jibi
Lebih lanjut, Djoko mengatakan bahwa pembangunan kereta cepat ini tampaknya terlalu berfokus pada Pulau Jawa, sedangkan daerah-daerah lain di Indonesia masih membutuhkan infrastruktur transportasi yang memadai. Ia merasa bahwa dalam beberapa tahun terakhir, pembangunan transportasi selalu terpusat di Jawa, padahal ada wilayah lain yang juga memiliki kebutuhan serupa.
"Sudah 5-10 tahun ini, pembangunan infrastruktur transportasi selalu berpusat di Jawa. Padahal, Indonesia ini luas dan banyak daerah di luar Jawa yang juga memerlukan perhatian," ungkapnya.
Terakhir, Djoko menyampaikan bahwa investasi asing dalam proyek infrastruktur, termasuk kereta cepat, tidak menjadi masalah asalkan skemanya jelas dan tidak memberatkan negara.
"Selama investasi asing dilakukan dengan transparansi dan perencanaan matang, tidak masalah. Tapi jangan sampai di tengah jalan tiba-tiba menjadi beban APBN, seperti yang terjadi sebelumnya," pungkas Djoko.
Bola Panas di Tangan Prabowo
Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memastikan studi kelayakan atau feasibility study (FS) Kereta Cepat Jakarta-Surabaya akan rampung tahun ini dan akan dieksekusi pada pemerintahan presiden terpilih Prabowo Subianto.
Direktur Jenderal Perkeretaapian Risal Wasal mengatakan, saat ini FS sedang berlangsung dan harusnya akan selesai pada tahun ini.
“Masih kita proses, iya [kelanjutan di pemerintahan selanjutnya]. Tahun ini selesai harusnya masalah studi kelayakan,” kata Risal kepada wartawan, Selasa (1/10/2024).
Risal menerangkan studi kelayakan tersebut dilakukan untuk menentukan jalur yang akan dilintasi kereta cepat tersebut, apakah utara, tengah atau justru jalur selatan.
Pada pemberitaan Bisnis sebelumnya, Direktur Utama Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) Dwiyana Slamet Riyadi mengaku telah melaporkan perkembangan proyek akbar Kereta Cepat Jakarta-Surabaya kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Dia mengamini bahwa salah satu bahasan yang dilakukan bersama dengan orang nomor satu di Indonesia itu adalah mengenai pembahasan studi kelayakan atau feasibility study bersama perusahaan dari China.
Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa saat ini dari pihak KCIC melaporkan kepada Kepala Negara terkait dengan proses dan menjabarkan ragam dukungan yang dibutuhkan dari pemerintah.
“Misalnya, seperti jalan akses dan segala macam. Kemudian, nanti kerja sama dengan pihak China ke depan apa lagi, evaluasi atas kinerja sekarang, karena pihak China yang lebih memiliki pengalaman terkait masalah safety operasi pelayanan,” tuturnya.
Meski begitu, Dwiyana mengatakan, belum ada estimasi terkait dengan nilai dari proyek Kereta Cepat Jakarta—Surabaya. Bahkan, saat ini pihaknya juga belum memutuskan akan melakukan kerja sama dengan perusahaan China atau Jepang.
Sementara itu, General Manager Corporate Secretary KCIC Eva Chairunisa mengatakan, pihaknya siap mendukung penuh upaya pemerintah dalam menggarap perpanjangan kereta cepat ke Surabaya. Pihak KCIC akan mengikuti arahan dan keputusan yang nantinya akan diambil oleh pemerintah terkait hal ini.
KCIC pun siap turut serta dalam proyek ini jika nantinya ditunjuk pemerintah sebagai operator kereta cepat Jakarta-Surabaya. Hal ini mengingat KCIC juga telah berpengalaman dalam membangun dan mengoperasikan Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau Kereta Cepat WHOOSH.
“Kami siap jika ada arahan untuk menjadi operator [kereta cepat Jakarta-Surabaya] dari pemerintah,” katanya.