Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bahlil Minta Dana Bagi Hasil ke Daerah Hasil Ekspor Nikel Naik jadi 45%

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengkritik Dana Bagi Hasil (DBH) dari hilirisasi nikel yang belum adil bagi pemerintah daerah
Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia melambaikan tangan saat tiba di kediaman Presiden Terpilih Prabowo Subianto, Kertanegara, Jakarta Selatan, Senin (14/10/2024). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia melambaikan tangan saat tiba di kediaman Presiden Terpilih Prabowo Subianto, Kertanegara, Jakarta Selatan, Senin (14/10/2024). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengkritik Dana Bagi Hasil (DBH) dari hilirisasi nikel belum adil bagi pemerintah daerah. Dia ingin penerimaan negara lewat DBH diberikan ke daerah sebesar 45%.

Hal tersebut disampaikan Bahlil tatkala melangsungkan Sidang Promosi Terbuka Doktor Bidang Kajian Stratejik dan Global di Universitas Indonesia (UI), Rabu (16/10/2024).

Mulanya, dia memaparkan hasil disertasinya berjudul "Kebijakan Kelembagaan dan Tata Kelola Hilirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di Indonesia". Berdasarkan temuannya, warga daerah industri nikel belum mendapat manfaat lebih.

Setidaknya, itu yang terjadi Morowali, Sulawesi Tengah dan Halmahera Tengah, Maluku Utara. Padahal, nilai ekspor nikel di dua wilayah itu naik signifikan sebelum dan sesudah hilirisasi.

Ketua umum Golkar itu mencatat nilai ekspor nikel di Morowali dan Halmahera sebelum hilirisasi atau 2017 hanya mencapai US$3,3 miliar. Setelah hilirisasi atau pada 2023, nilai ekspor nikel melonjak menjadi US$34 miliar.

Namun, kata Bahlil, dari capaian tersebut pemerintah daerah hanya mendapat porsi penerimaan yang tak seberapa. 

"Pemerintah pusat hanya membagikan mereka kabupaten gak lebih dari Rp1,1 triliun dan provinsi hanya Rp900 miliar," ungkap Bahlil.

Dia pun menyarankan agar porsi penerimaan negara lewat DBH yang diberikan ke daerah diperbesar menjadi 30% hingga 45%.

"Saya pikir ke depan kita akan lakukan perubahan, yang kami sarankan adalah 30% hingga 45% kami ingin penerimaan negara harus dibagikan ke daerah," katanya.

Menurut Bahlil, warga daerah juga harus diperlakukan adil dalam proses hilirisasi nikel. Pasalnya, mereka cukup mendapat kerugian.

Dia memaparkan lingkungan dan kesehatan warga daerah terganggu. Bahlil mengatakan, masyarakat Morowali terkena infeksi saluran pernapasan akut atau ISPA imbas debu industri.

Sedangkan untuk angka ISPA di Halmahera, Bahlil tak memerinci. Dia hanya menyebut angka ISPA di wilayah itu lebih baik daripada di Morowali. Selain itu, Bahlil mengatakan, hilirisasi juga membuat kualitas air di sekitar industri menjadi buruk.

"Dan air di sana untuk air di Morowali waduh itu minta ampun, tapi ini jauh lebih baik dari pada Halmahera Tengah," katanya. 

Namun, Bahlil mohon maklum atas dampak buruk itu. Dia berdalih itu terjadi karena hilirisasi adalah program baru. Karena itu, pemerintah belum punya pengalaman. 

Kendati demikian, mantan ketua umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) itu mengatakan hilirisasi tetap merupakan langkah baik yang diambil pemerintah. 

"Memulai dari kekurangan jauh lebih baik daripada tidak memulai sama sekali dan kita akan melakukan perbaikan," tutur Bahlil. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper