Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian) menyebut pemanfaatan minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) dan turunannya menjadi biodiesel B100 berpotensi membuat Indonesia keluar dari jebakan pendapatan kelas menengah alias middle income trap.
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kemenko Perekonomian Dida Gardera mengatakan bahwa salah satu kunci Indonesia bisa keluar dari middle income trap adalah dengan hilirisasi, salah satunya dengan membuat produk turunan CPO.
Anak buah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto itu menilai hilirisasi juga membuat Indonesia bisa menuju Indonesia Emas 2045.
Apalagi, dia mengungkap, saat ini sudah ada 193 jenis produk turunan kelapa sawit. Bahkan, menurutnya, potensi dari sawit dan turunannya masih sangat besar untuk bisa digunakan oleh masyarakat luas.
“Salah satunya selain yang kita sudah coba B35, kemudian juga nanti mudah-mudahan sampai ke B50 dan B100, ada potensi juga untuk bioavtur, ini perlu kita kembangkan, kemudian bioethanol,” ungkap Dida dalam acara bertajuk Menggapai Kedaulatan Pangan, Energi Terbarukan dan Ekonomi Melalui Perkebunan Sawit Untuk Menuju Indonesia Emas 2045, di Hotel Bidakara, Jakarta, Senin (18/11/2024).
Untuk itu, Dida menyampaikan bahwa pemerintah mendorong peningkatan penggunaan kelapa sawit untuk biodiesel. Namun, pelaksanaan program ini tidak hanya terbatas untuk kedaulatan energi nasional, juga diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap stabilisasi harga CPO, mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK), dan mengurangi defisit neraca perdagangan melalui pengurangan impor bahan bakar.
Baca Juga
Dia menjelaskan, jika pemerintah mampu mengembangkan semua produk turunan CPO, maka bukan hanya sekadar swasembada yang terealisasi, melainkan Indonesia juga bisa menjadi kontributor bio fuel di tingkat global.
“Potensi itu sangat besar, walaupun tantangannya sangat berat, tetapi ruang untuk perbaikan masih sangat tinggi,” terangnya.
Lebih lanjut, dia memandang, kelapa sawit berkontribusi pada pertumbuhan perekonomian nasional melalui penyediaan lapangan kerja secara langsung maupun tidak langsung, kedaulatan pangan dan energi terbarukan, serta berkontribusi dalam menurunkan tingkat kemiskinan, terutama di daerah penghasil kelapa sawit.
Terlebih, lanjut dia, intensifikasi untuk memproduksi CPO masih memiliki ruang yang cukup besar. “Ada yang bilang dengan kondisi sekarang saja itu produktivitas bisa mencapai 100 juta ton per tahun. Ini tantangan dan pekerjaan rumah buat kita semua,” sambungnya.
Apalagi, Dida menyebut kelapa sawit sejak 15-20 tahun silam menjadi primadona kontribusi terhadap perekonomian Indonesia, baik untuk dalam negeri maupun ekspor.
“Mudah-mudahan kita semua optimis bahwa sawit ini salah satu yang bisa membawa Indonesia menuju Indonesia Emas, dengan cita-citanya, visi-visinya untuk swasembada pangan, energi, dan juga membawa kita untuk menjadi negara maju. Artinya keluar dari middle income trap itu kita menjadi negara maju,” pungkasnya.
Diketahui, pada 2023, total produksi minyak sawit Indonesia mencapai 54,84 juta ton, yang terdiri dari CPO sebesar 50,07 juta ton dan Crude Palm Kernel Oil (CPKO) sebesar 4,77 juta ton. Sedangkan capaian ekspor kelapa sawit pada 2023 sebesar US$30,32 miliar dengan volume 32,22 juta ton.
Adapun, sekitar 10,29 juta ton produksi minyak sawit pada 2023 digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan domestik. Nilai tersebut diperkirakan akan meningkat menjadi 10,5 juta ton pada 2024 dan 11 juta ton pada 2025.